Jimin menggelengkan kepalanya. Berusaha kembali mendapatkan kesadarannya dan bergegas melangkah pergi dari sana. Tatapannya sekilas melihat tepat sebuah ambulance yang baru saja tiba. Para petugas medis dengan gesit membawa brankar menjemput pasien yang sepertinya sudah tak sadarkan diri itu. Jimin bisa melihat banyak bercak darah pada pakaian pasien itu. Ia meringis namun dengan cepat juga segera menyingkir memberi jalan pada petugas medis yang membawa sosok itu.

Hatinya terenyuh perih membayangkan apa yang terjadi pada pasien itu. Diam-diam ikut mendoakan semoga pasien itu bisa kembali sehat seperti biasanya meski Jimin mungkin tak mengenalnya. Tatapannya tepat mengarah pada sosok pasien itu saat brankar yang membawa tubuhnya melintas tepat dihadapannya. Wajahnya tertutup oleh kain putih hingga Jimin hanya bisa menatap pakaian si pasien yang benar saja dipenuhi begitu banyak darah..

Pandangannya beberapa saat masih tak bisa lepas dari kejadian yang baru saja terjadi dihadapannya. Ia masih terpaku ditempatnya menatap tepat pada pintu ruang gawat darurat dihadapannya, tempat dimana kedua suster tadi membawa pasien itu. Ini aneh... mengapa tiba-tiba perasaannya berubah segundah ini saat melihat pasien itu.

Jimin benar-benar masih tertegun ditempatnya hingga satu suara tak asing berhasil memasuki indra pendengarannya. Degup jantungnya lagi-lagi berubah menggila saat mendengar suara ini... suara tangisan ini... Ia yakin tak akan pernah salah mengenali suara ini meski beberapa tahun ia telah tak sengaja melupakan sosoknya.

Tubuhnya dengan cepat berbalik dan tepat saja netranya mendapati sosok itu tengah menangis hebat dengan kedua tangan penuh... darah? Hati jimin berdesir melihat pemandangan kedua sosok itu dihadapannya. Hatinya dihantam kenyataan yang tak pernah bisa ia terima.

Tidak. Tolong... bukan ini pertemuan pertama yang Jimin inginkan dan bayangkan.

"Hyung... hyung... Bagaimana..." Jimin bisa mendengar dengan jelas rintihan penuh sesak itu. Sosoknya yang menangis hebat dipelukan seseorang diujung koridor sana. Dua sosok yang begitu ia rindukan dua tahun terakhir ini. Kenapa... kenapa Jimin harus melihat keduanya dalam keadaan seperti ini?

Bisa bayangkan betapa hancurnya Jimin saat ini? Hatinya bahkan melebihi sesak jika saja ada kata yang bisa mendeskripsikan sakitnya. Dua tahun ia melupakan mereka. Dua tahun ia merindukan mereka. Tapi kenapa saat pertemuan pertama mereka Jimin justru harus melihat keduanya menangis sehebat itu?

Jimin sungguh ingin langsung berlari memeluk keduanya. Memohon maaf bahkan berlutut dihadapan keduanya demi maaf keduanya karena telah melupakan mereka begitu saja. Tapi kondisi saat ini telak memaksanya untuk tetap berdiri terpaku ditempatnya.

Menatap sakit keduanya yang masih terus menangis dengan keadaan yang tak kalah kacau dari suasana hati Jimin saat itu.

"Hyung... Jungkook..."

Tunggu. Nama itu... Netranya terbuka lebar sembari secepat kilat membalikan badannya kembali menatap kedua pintu yang tadi sempat ia perhatikan. Jungkook?
Sosok itu... Taehyung... Kenapa Taehyung melirihkan nama itu? Apa pasien berlumuran darah yang baru saja ia lihat tadi adalah...





Jeng jeng jeng

Hahaha

-TBC-

Kawan-kawan. Maafkan sutradaranya yang malah teriak cut diadegan itu muehehe

Ps. Ini udah lama ngga muncul dan malah ngasih momen tragis gini diakhir tahun. Kurang ajar sekali memang. Kayaknya kalau jadi alurnya akan sedikit Jii percepat. Karena kalau begini terus gemes ngga sampe-sampe ke inti cerita ☹️

Semoga kalian masih tetep suka dan sekali lagi atau berkali-kali lagi, Jii ucapkan banyak-banyak terima kasih karena masih mau mengikuti universe kali ini.

Sayang kalian banyak-banyaakk

Big Luv

Big Borahae

With All My Purple

-Jiraa-


*salam dari manusia yang masih belum mau buka matanya di universe kali ini*

기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now