Semua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku
Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok'
Permulaanku yang berharga
An ordinary story between their friendship and memory
Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56
...
Yang kaget mana suaranyaa wkwk Sebenernya ngga berniat update secepet ini, cuman dikarenakan besok kita harus melelehkan mentega dengan memanaskan youtube jadi lah Jii percepat hari ini sksk
So... HAPPY READING KAWANDEUL 💜
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Hyung?" Lengannya sekali menepuk halus pundak sang kakak. Seokjin terlihat sedikit tersentak sebelum akhirnya kembali mendapatkan fokusnya dan mulai menatapnya. "Apa ada masalah? Wajah hyung sepertinya menunjukan ada sesuatu yang tak baik."
Manik yang kini Seokjin selami jelas menunjukan rasa khawatir. Sepersekian detik ia merasakan hatinya melemah menatap binar itu. Seokjin ingin menangis dan memeluknya. Menumpahkan apa yang saat ini terus mencokol dalam pikirannya. Tapi sisi dirinya yang lain menentang hal itu.
Tidak. Seokjin tidak boleh menyeret orang lain lagi dalam hal yang seharusnya bisa ia tuntaskan sendiri. Ya. Seokjin tahu dan yakin dia pasti bisa menuntaskannya sendiri. Saat ini, sudah cukup bagi Jimin untuk memikirkan dan mengkhawatirkan Jungkook.
Urusannya dan Taehyung, biar saja dirinya sendiri yang menangani.
"Hyung, baik-baik saja. Itu hanya panggilan biasa dari manager hyung." Senyum yang Seokjin hantarkan pada akhir kalimatnya terbukti berhasil melenyapkan tatapan khawatir sang adik. Jimin terlihat bernafas lega meski samar.
"Hyung akan ada jadwal hingga besok. Kemungkinan lusa pagi hyung baru bisa kembali. Hyung, bisa mempercayakan Jungkook padamu bukan?"
Jimin mengangguk. Sedikit mengerti mungkin ini yang membuat raut wajah sang kakak terlihat tak tenang. Dari semalam mereka bertiga memang mungkin terlihat saling diam. Namun tanpa mereka sadari justru ketiganya saling memperhatikan satu sama lain.
Mereka memilih diam hanya untuk memberikan hening waktu agar bisa memberikan ketenangan yang mereka butuhkan saat itu. Terlebih Jimin yang masih tak bisa mengontrol gejolak dalam dirinya sendiri. Ada marah pada sosok kakak yang begitu ia rindukan.
Rindu?
Jimin bahkan mulai meragukan lagi bagaimana rasa ini bisa ia sebut rindu setelah nyatanya sosok yang ia rindukan sudah tidak ada lagi. Raganya memang masih terlihat, tapi sosok itu jelas bukanlah kakak yang Jimin rindukan pelukannya.
Senyum lembut tertarik pelan pada bibir Jimin. Keduanya sudah saling tahu, ahh tidak bahkan mereka –seharusnya mereka- sudah sangat begitu paham senyuman satu sama lain lah yang menjadi obat terampuh untuk kegundahan mereka.
"Aku bisa menjaganya, hyung tenang saja. Justru seharusnya aku yang bertanya, aku bisa mempercayai hyung menjaga diri hyung sendiri bukan?"
Seokjin terkekeh, ia paham benar kemana arah Jimin akan kembali menyalahkan dirinya. Jemarinya dengan lembut mengusak rambut sang adik. Seolah menyalurkan ketenangan dan kasih sayang pada sang adik namun nyatanya dirinya sendiri yang membutuhkan ketenangan dari gerakannya.