Semua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku
Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok'
Permulaanku yang berharga
An ordinary story between their friendship and memory
Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56
...
Pengen banget bilang ini bukan cerita sedih. Tapi... ya gimana 🙂
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Park Jimin." Alunan desibel familiar yang begitu Jimin rindukan. Kakinya bergetar hebat beriringan dengan tangis yang tak bisa ia bendung. Ia bisa melihat dengan jelas kedua pasang mata itu semakin membulat saat ia membuka pelan maskernya.
"Ini... " Dengan sekuat tenaga mengeluarkan suaranya yang justru terdengar seperti rintihan kesakitan. "... aku, hiks."
Keduanya berdiri serempak memutus jarak. Tangan Taehyung yang sebelumnya memang bergetar kita semakin bergetar hebat. Berusaha meraih wajah dari sosok yang begitu ia rindukan.
"Jimin? Kau... kau benar-benar Jimin?" Suara serak Taehyung terdengar begitu berat. Dan saat akhirnya Jimin mengangguk sambil meraih tangan Taehyung, menggenggamnya erat dan membawanya ke dalam pelukan, tangis itu kembali pecah mengisi hening lorong rumah sakit.
"Jim, kau ingat semuanya? Kau ingat?" Isakan Taehyung terdengar begitu lirih. Mengantarkan sesak lain yang lebih hebat ke dalam diri Park Jimin. Dadanya sesak. Hatinya sakit. Sungguh.
"Maafkan aku, Tae. Maafkan aku."
Taehyung mempererat pelukannya. Ia membenamkan seluruh wajahnya pada tubuh Jimin sambil terus terisak hebat. Melepaskan segala sesak yang ia pendam. Mendengar suara itu lagi, menatap dekat wajah itu lagi bahkan bisa memeluk sosok itu lagi, rasanya semua terlampau indah jika menjadi nyata.
Tak pernah ada yang tahu pasti seberapa parah Taehyung berjuang hanya untuk memaafkan dirinya akan keadaan Jimin saat itu. Dua tahun yang begitu menyiksanya. Bahkan satu tahun lalu, andaikan Seokjin tak kembali padanya, mungkin kini sudah tak ada lagi ia di dunia ini. Mungkin namanya hanya akan menjadi kenangan.
Tapi semuanya tidak terjadi. Semuanya tidak terjadi karena bahkan saat ini dirinya masih ada bernafas meski dengan susah payah. Raganya masih tetap kuat memeluk erat tubuh yang terlihat berisi setelah dua tahun berlalu. Telinganya, matanya, seluruh inderanya masih bisa merasakan dengan jelas kehadiran sosok itu.
"Jimin... hiks, Jimin. Park Jimin..."
Jimin tak kalah erat membalas pelukan Taehyung. "Iya, Tae. Ini aku, hiks. Ini aku, Park Jimin."
Tak pernah rasanya Jimin merasakan hatinya sesesak ini. Ini aneh. Meski menyakitkan namun ia menyukainya. Iya. Dibandingkan kekosongan yang membelenggunya dua tahun kemarin, Jimin lebih memilih merasakan jeratan sakit ini. Jimin lebih tenang merasakan sakit ini. Karena dengan sakit ini ia telah terbukti dengan jelas mengingat semua. Karena dengan sakit ini ia bisa memeluk lagi sosok yang dulu telah ia rusak sebegitu parah.
"Tae, kumohon maafkan aku. Hiks, maafkan aku."
Taehyung menggeleng. Ia ingin berteriak ini bukan salah Jimin namun kerongkongannya terasa begitu kering. Ia tercekik hingga mengeluarkan sepatah kata pun ia tak bisa. Bahkan kata maaf yang begitu ingin ia ungkapkan pun tak pernah berhasil keluar meski sekuat apapun Taehyung mencoba. Ia hanya bisa menggeleng. Berharap Jimin mengerti bahwa dia melarangnya untuk meminta maaf lagi. Berharap sahabatnya itu paham ini bukan salahnya karena justru semua ini adalah salah Taehyung.