Jimin mengeratkan mantel yang ia gunakan. Tak lupa kembali memperbaiki topi dan juga masker yang ia gunakan. Mengurangi kegugupannya dengan memastikan bahwa setidaknya sebelum ia sampai di ruangan sang kakak, tak akan ada satupun orang yang mengenalinya.
Rasanya sedikit asing saat kakinya kembali menginjak Seoul. Ini bahkan sudah terhitung tahun saat akhirnya ia bisa mengingat jelas semua hal yang telah ia lalui di kota ini. Kota tempat ia banyak menyimpan kenangan suka maupun duka. Kota tempat mereka semua memulai semuanya bersama dan mungkin, tempat yang sama juga semuanya berakhir.
Huft. Tidak. Untuk saat ini Jimin tak boleh terus berlarut pada perasaan itu. Sekali lagi tarikan nafas itu ia ambil untuk meyakinkan langkahnya. Berjalan dengan perasaan rindu yang membuncah saat menyadari bahwa sebentar lagi ia akan bisa bertemu salah satu kakaknya. Orang yang sangat berharga baginya namun dengan bodohnya ia lupakan begitu saja.
Kakinya sempat membeku saat akhirnya dihadapannya telah terlihat pintu yang tertutup rapat. Ia melirik sekilas arloji yang melekat dilengan kirinya. Jimin mendesah pelan saat menyadari ternyata ini masih dini hari. Membuatnya sedikit ragu untuk melanjutkan langkahnya menemui sang kakak. Ia tak ingin mengganggu istirahat sang kakak meski kenyataannya ia pun tahu bahwa sosok itu masih belum sedikitpun membuka matanya.
Degup jantungnya kembali menggila setelah sebelumnya bisa sedikit ia tenangkan. Ia sungguh ragu untuk melangkahkan kakinya lebih dekat pada pintu itu. Keyakinan yang sebelumnya berhasil ia bangun kini justru tergerogoti perasaan bersalah. Apa ia akan mengganggu? Apa ini terlalu tiba-tiba?
Oh Tuhan, Jimin bersumpah sangat merindukan sosok yang ia yakini ada dibalik pintu itu. Tapi menyadari waktu yang masih sangat pagi seperti ini hatinya justru dipenuhi keraguan yang sebelumnya tak ia pikirkan sama sekali.
Baiklah. Lama membeku dengan pemikirannya akhirnya ia memutuskan untuk memacu langkahnya berbalik menjauhi pintu itu. Tidak. Ia bukannya menyerah dan pergi begitu saja. Setidaknya untuk kemunculan pertamanya ini, ia harus sedikit bersabar. Menunggu matahari muncul terlebih dulu sebelum ia hancurkan cerah hari yang sang surya bawa.
Kepalanya terus menunduk meski diam-diam matanya tak henti mengitari semua tempat yang ia lewati di rumah sakit ini. Menatap aktifitas pagi sebuah rumah sakit yang rupanya masih tetap sibuk seakan matahari tak pernah tenggelam bagi mereka para pekerja kesehatan.
Jujur terkadang Jimin masih begitu terkagum-kagum saat melihat sosok-sosok hebat yang masih berlalu lalang kehilangan waktu tidurnya untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang bahkan tak pernah mereka kenali. Lelah pasti begitu menghantui jiwa dan raga mereka, tapi tetap saja hal itu tak menyurutkan semangat mereka dan kepedulian mereka untuk terus mengabdi demi mengembalikan hidup seseorang.
Niat awal ingin menunggu fajar di taman rumah sakit ini gugur saat netranya lebih tertarik melihat kegiatan orang-orang ber jas putih itu berlalu lalang dengan berbagai alat medis. Melihat mereka yang berusaha menghibur keluarga pasien atau bahkan sedang menangis bersama mereka yang ditinggalkan. Jimin seakan bisa melihat bagaimana kehidupan berjalan hanya dengan pemandangan dihadapannya.
Ada senyum bahagia pada wajah mereka yang menyambut kelahiran anggota keluarga baru dan ada tangis yang mengiringi kepergian salah satu keluarganya. Hidup berjalan dan bergulir. Datang dan pergi seakan memang menjadi satu titik wajib yang akan dilalui setiap orang.
Tak terasa ternyata langkahnya justru menuntun Jimin mencapai Unit Gawat Darurat rumah sakit ini. Ia tertegun. Beberapa tahun lalu ia juga dibawa keruangan dhadapannya itu. Meski tak sadarkan diri tapi Jimin seakan bisa membayangkan bagaimana tubuhnya yang bersimbah darah dibawa dengan tergesa ke dalam sana.
Membayangkan seberapa panik orang-orang di sekitarnya. Membayangkan seberapa banyak air mata yang tumpah karenanya. Semuanya berhasil menghantarkan sesak itu kembali menghinggapi dirinya. Ahh Park Jimin, kenapa kau menjadi semakin lemah seperti ini saat ingatan itu kembali, eoh?
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 8
Start from the beginning
