SE 33 || PTSD

11.4K 971 3
                                    

Alifka menjelaskan semua yang telah Ara ceritakan padanya kepada Vino. Wanita itu menghembuskan napasnya seraya menyeka air matanya.

"Lalu, kenapa kalian tiba-tiba datang ke sini?" tanya Vino.

Alifka menatap wajah suaminya yang kebingungan. "Waktu Elsa bawa Ara ketemu aku, hari itu dia sempat pingsan, matanya bengkak banget kelamaan nangis. Dan kata Elsa, trauma Ara sempat kumat, makanya Elsa bawa dia ketemu aku. Terus aku ajak aja liburan ke Bali, siapa tau dia bisa lupa sejenak dengan kesedihannya. Dan ternyata berhasil, dia benar-benar lupa sama semuanya, dia bahkan gak berhenti senyum bahkan ketawa, dia terlihat seakan-akan tidak pernah mengalami semua hal sulitnya, seperti Ara kecil yang ceria, yang gak pernah absen main sampai berantem bareng sama Elsa.

Aku sama Elsa bahkan sempat mergokin dia ngomong sendiri kalau dia bahagia, dia mau seperti itu seterusnya. Tapi... Papaku yang keras kepala itu datang menampakkan dirinya di hadapan Ara.

Ara sesak napas, tapi mencoba menahannya dan mengaku sama opanya kalau dia memang cucunya yang telah lama pergi, tapi usahanya gagal, tubuhnya kembali tumbang.

Setelah dia sadar, dia bersikap aneh banget. Dia jadi seperti Ara kecil, dia mengulang percakapan aku sama dia waktu dia umur 3 tahun, saat aku ngajak dia belajar akting.

Aku yang khawatir dengan kondisinya, langsung narik dia mau aku bawa ke rumah sakit, tapi rasanya takdir mempermainkan kita, Ara kembali dipertemukan sama papa. Dan lebih anehnya lagi, dia berteriak memanggil opanya dengan bahagia, lalu berlari memeluknya erat, tapi tak berlangsung lama, ia kembali pingsan.

Kita membawanya ke rumah sakit, dan...

Flashback on

"Bagaimana keadaan cucu saya dokter?" tanya Fatir saat dokter keluar setelah memeriksa keadaan Ara.

"Dia baik-baik saja, tapi sepertinya kondisi psikisnya sedang terganggu, apa dia punya masalah?"

Fatir, Alifka, dan Elsa termangu di tempatnya. "Iya! Dia punya trauma, dan traumanya sempat muncul lalu dia pingsan, saat sadar dia bersikap aneh, sikapnya berubah seperti saat dia masih berumur 3 tahun, bahkan dia berbicara persis dengan percakapan kami saat dia diumur segitu." jelas Alifka.

Dokter itu mengangguk paham. "Boleh ikut ke ruangan saya?" Alifka dan Fatir mengangguk, mereka berjalan mengikuti dokter itu. Sedangkan Elsa memilih menemani Ara.

"Sepertinya pasien mengalami Trauma Kompleks."

"Trauma kompleks? Seperti apa itu?" tanya Fatir.

"Trauma kompleks atau disebut juga PTSD (Post Traumatik Stres Disorder) yaitu kondisi dimana mental mengalami kecemasan berlebihan akibat pengalaman di masa lalu. Trauma ini berpengaruh pada respon keadaan atau situasi lainnya." Alifka mengusap wajahnya kasar.

Wanita itu menghela napas kasar lalu memandang dokter itu. Kepalanya mengangguk setuju. "Benar, traumanya akan kembali ketika bertemu dengan orang di masa lalunya!"

"Apa bisa di sembuhkan dokter?" tanya Fatir. Dokter itu mengangguk.

"Bisa, pasien bisa berkonsultasi dengan psikiater dan melakukan terapi, dan untuk beberapa saat, buat dia terus merasa bahagia, usahakan untuk saat ini, dia tidak bertemu dengan orang-orang yang terlibat dari pengalaman penyebab traumanya itu!" jelas dokter itu. Alifka dan Fatir mengangguk paham lalu pamit pergi menemui Ara.

"Aku harap papa mengikuti saran dokter untuk tidak menemui Ara!" tegas Alifka kepada Fatir.

Fatir menghentikan langkahnya lalu menatap putrinya itu. "Aku akan bawa Ara ke Itali. Jangan beritahu siapapun jika papa sudah bertemu dengan Ara, apalagi sampai menyusul kami ke Itali, jika tidak kau akan benar-benar kehilangan cucumu untuk selamanya!" setelah mengucapkan itu, Alifka pergi meninggalkan Fatir yang tertegun di tempatnya.

Ceklek...

"Mami?" panggil Ara lirih dengan suara lemahnya.

"Kamu sudah sadar, nak? Gimana keadaan kamu?" tanya Alifka. Ara kembali meneteskan air mata setelah melihat Alifka.

"Mami... Aku takut..."

"Sstt... Ada mami disini sama Elsa, jangan takut, yah?"

"O-opa..."

"Opa udah pergi, kamu tenang aja, dia gak akan ngomong sama siapa-siapa. Jadi tenang, yah sayang?" Ara mengangguk lemah lalu memejamkan matanya.

"Besok kita ke Itali, yah? Kita tinggal sama papi untuk sementara waktu. Mau gak?" tanya Alifka hati-hati. Ara membuka matanya menatap Alifka dan Elsa bergantian, lalu mengangguk.

Kedua perempuan itu tersenyum lega melihat respon Ara. "Tapi, mi..."





Mohon maaf mengganggu aktivitas membaca kamu🙏🏻

Sebagian cerita ini telah di hapus demi kepentingan penerbitan🙏🏻

Kalau kalian pengen cerita lengkapnya, silahkan tunggu pre-order bukunya.

Info lebih lanjut mengenai kapan PO-nya berlangsung, silahkan pantau cerita ini terus atau ig aku @nurarifani_ dan ig penerbitnya @nezhapublisher

Sampai bertemu dengan Ara / Aquinsha Arala Wilbert versi cetak👋🏻

Side Effect [END]Where stories live. Discover now