SE 22 || Drop

13.9K 1.3K 23
                                    

Sinar matahari sudah menerangi sebagian studio musik Ara. Namun gadis itu masih tetap berada disana dari semalaman.

Ara duduk termenung dengan pandangan kosong ke arah surat dari grandma dan juga grandpanya.

Gadis itu tidak tidur hingga pagi ini. Matanya sayu karena terlalu lama menangis. Lingkaran hitam di matanya pun semakin terlihat dan bibirnya pucat.

Yang ia lakukan hanya menatap kosong surat dari neneknya, menghela napas, dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya sesekali.

Chieren maupun Sheva yang ada dimansion itu pun tidak ada yang berani yang mengganggu ketenangan Ara jika dihari ulang tahun gadis itu.

Jika orang lain akan berbahagia menyambut hari ulang tahunnya, maka tidak dengan Ara, gitu akan berubah menjadi dingin tanpa ekspresi jika hari ulang tahunnya datang.

"Mbak? Gimana nih? Dia belum keluar juga, aku khawatir dia kenapa-napa." ujar Sheva gusar. Kedua wanita itu sedang duduk di sofa santai yang ada di depan studio musik Ara.

"Bukan kamu aja, Shev! Aku juga khawatir, apalagi sekarang...grandma sama grandpa udah gak bisa mendampingi dia dihari ini. Dan dia gak nerima kita untuk ada disisinya disaat-saat seperti ini! Mbak juga khawatir, apalagi dia udah pernah ketemu mommynya..." ucap Chieren sendu. Matanya menatap sedih pintu studio musik Ara yang masih tertutup rapat hingga saat ini.

Bahkan sekarang sudah pukul 10.47, tapi gadis itu belum keluar juga dari ruangan itu.

"Kita harus gimana, mbak? Dia belum sarapan, loh... Makan malamnya juga gak dihabisin sama dia. Nanti dia kenapa-napa di dalem."

"Kita tunggu aja dulu sampai dia keluar, kalau udah jam 12 tapi dia gak keluar-keluar, kita buka paksa aja pintunya, gimanapun caranya!" Sheva mengangguk lemah menyetujui saran Chieren.

"Aku ke bawah dulu, mau ngecek anak-anak!" ujar Chieren bangkit dari duduknya.

Sheva juga ikut bangkit. "Yaudah bareng aja, aku juga mau ngecek kerjaan!"

🍃🍃🍃

Bukan hanya Chieren dan Sheva yang uring-uringan, tapi Elsa juga. Gadis tomboy yang biasanya ceria itu kini benar-benar panik.

Ia tak henti-hentinya mondar-mandir di kamarnya sendiri dengan mengotak-atik ponselnya mencoba terus menghubungi Ara.

Namun yang didapatkan hanya suara mbak-mbak operator.

"Arghh!! Lo kemana sih, kak?! Please jangan buat gue khawatir!" erangnya sambil mengacak-acak rambut sebahunya.

"Gue harus ke mansionnya! Gak ada pilihan lain!" tekadnya bulat. Bari saja ia hendak membuka pintu kamarnya, ia langsung menepuk jidatnya.

"Gue gak punya alamatnya, anjir! Gue minta sama siapa?! Kak Zeno! Iya kayaknya gue punya nomornya! Semoga aja dia masih pake nomor itu!" tanpa babibu, gadis itu langsung menelpon Zeno.

"Hallo, kak!"

"Ya? Ini siapa?"

"Ini gue Elsa, kak!"

"Oh. Ada apa?"

"Lo tau alamat mansion, kak Ara, kan? Eh maksud gue kak Qui?"

"Tau!"

"Bisa lo kirimin gak? Sumpah gue gak tenang banget dari semaleman! Please kak! Gue takut kakak gue kenapa-napa!"

"Lo mau kesana?"

"Iya! Gue gak bisa tidur cuma mikirin dia, please bantu gue kak! Gue cuma mau mastiin dia baik-baik aja! Gue janji gak bakalan kasi tau siapapun! Gue juga udah janji sama kakak gue sendiri supaya tutup mulut, sampe dia sendiri yang nyelesaiin masalah ini, please kak... Gue mohon!"

Side Effect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang