Hujan

59 16 4
                                    


"Jangan sesali dia yang pergi. Ingatlah, ketika dia mengatakan goodbye, maka yang lain akan datang dan mengatakan hai."

_____________________




"Kamu bilang aku bebas untuk mencintai siapa pun yang aku mau. Jadi, tidak salahkan aku memilih dia." ucap Fray lirih.

Seharusnya dia mengungkapkannya dengan lantang. Agar aku bisa mendengarnya dengan pasti. Tapi suaranya hanya lirih begitu.

Dengan perasaan lega setelah mendengar pernyataannya, aku menghela nafas dan menghembuskannya dengan ikhlas.

"Baiklah, itu pihan yang tepat."

"Terkadang kita juga harus mendengarkan perkataan hati kita 'kan? Tentu saja harus seperti itu. Dan aku harus menerima itu."

"Terimakasih." ucapku menutup semua perkataanku.

Untuk yang terakhir kalinya aku menatapnya dengan mata berbinar. Aku benar-benar menahan sesak didadaku. Aku berharap tidak menangis didepannya. Didepan orang yang telah membuatku merasakan sakit itu. Aku tidak tahan, aku ingin menangis.

Segera aku beranjak dari tempatku berdiri sambil menenteng tas yang sedari tadi mendampingiku. Seketika aku sadar, air mata mengalir dipipiku. Benar-benar aneh. Bagaimana bisa aku menangis hanya karena cinta.

"Bodoh," batinku sambil menghapus air mata setelah keluar dari aula itu meninggalkan Fray yang masih berdiri diaula.

"Seharusnya gue gak nangis," ucapku pada diriku sendiri saat sampai dikoridor sekolah. Aku pun akhirnya menenangkan diriku yang masih bersedih. Namun, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Segera aku menangangkatnya.

"Halo," ucapku dengan suara normalku.

"Lu dimana?" tanya Bryan yang jelas dari suaranya. Tampaknya dia sedang khawatir.

"Gue masih disekolah. Di koridor." jawabku.

"Glen bilang kalo Alika tadi pingsan, tapi udah dibawa kerumah sakit. Gue mau nyusul kerumah sakit. Lu ikut 'kan? Gue jemut Lo ya! Gue juga masih didepan sekolah." ucap Brian berusaha menerangkan kekhawatirannya dan langsung mematikan handphonenya.

Dengan perasaan yang masih kacau aku hanya terdiam sambil menggenggam handphoneku. Andaikan Bryan tau apa yang terjadi, mungkin dia gak akan seperti ini.

"Key," panggil Bryan tiba-tiba yang tidak jauh dariku. Dia pun segera menghampiriku. Aku pun segera mengikutinya untuk segera berangkat kerumah sakit.

"Gue denger lo tadi bareng Fray. Dia dimana? Gue telpon gak diangkat-angkat," tanya Bryan sambil fokus menyetir mobil.

"Ia, tadi kita berdua sempat ketemu. Tapi abis itu dia pergi. Dia ada urusan penting mungkin." ucapku berbohong.

Aku belum siap mengatakan kalau kami bertemu hanya untuk mengatakan kata putus. Jadi, aku memilih untuk tidak mengatakannya.

"Lu cobak telepon dia," perintah Bryan yang cukup membuatku gundah.

Karena aku tidak mau Bryan mengetahui apa yang sedang kusembunyikan, akhirnya aku hanya punya satu pilihan yaitu menelpon Fray. Aku pun meraih handphoneku lagi. Akhirnya aku menelpon Fray yang mungkin masih disekolah. Disaat aku mulai menelpon, tampaknya dia tidak mengangkat sama sekali. Akhirnya aku mematikan handphoneku dan mencoba mengiriminya pesan.

"Gak diangkat juga?" tanya Bryan.

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Tuh anak kenapa ya? Suka banget ngilang-ngilang gak jelas."

SEBELUM KAMU(TAMAT)Where stories live. Discover now