Part 37

34 15 4
                                    


"Kamu selalu menanyakan alasan mengapa aku memilihmu. Dan kutulis bahwa karena dari mengapa yang seharusnya kau sudah tau bahwa itu adalah karena kamu adalah kamu"




"Krek....."

Aku mulai membuka pintu rumah setelah sampai beberapa menit yang lalu. Anehnya, suasana rumah sepi seperti tak ada penghuni. Ditambah lagi aku sudah pulang agak malam, lampu depan malah mati tidak seperti biasanya. Akhirnya aku memutuskan untuk pelan-pelan memeriksa keadaan sambil mengendap-endap. Sesekali aku berusaha mengarahkan tubuhku untuk melihat keadaan sekitar. Kunyalakan lampu untuk menerangi jalanku. Dan tiba-tiba, dari ujung sana aku mendengar suara langkah kaki yang berusaha sembunyi yang seketika itu membuatku deg-degan bukan main.

Aku mulai melangkah sedikit demi sedikit kearah dapur. Dalam pikiranku mulai tidak tenang. Apa jangan jangan aku sedang dikerjai? Entahlah, yang ada sekarang jantungku berdegup kencang sehingga membuat tanganku sedikit gemetar tanpa henti. Aku semakin mendekat kesumber suara yang samar-samar tampak seseorang yang sedang berdiri disana. Kuraih saklar yang berada tepat disampingku tanpa menoleh sedikitpun. Dan berjalan lagi kearah meja makan. Tidak ada siapa-siapa ternyata. Ini sangat aneh, mengapa tidak ada orang disini, padahal dengan jelas aku mendengar suara dari dapur dan ada makan malam juga disini. Dan belum aku sampai kearah meja, tiba-tiba lampu mati kembali sontak membuatku kaget bukan main. Segera aku menoleh kearah saklar sambil memegangi kerah bajuku. Rasa takut yang kurasakan membuatku segera berlari kearah saklar dan menyalakannya dan tiba-tiba...

"Anjir!!! Ngapain lu berdiri disitu?!" ucapku terkejut bukan main saat berbalik melihat Jerriko yang sudah mati-matian menahan tawa.

"Kampret lu!!!" umpatku lagi bercampur marah dan rasa deg-degan yang hampir hilang. Namun, Jerriko hanya tertawa sesenggukan tak henti-hentinya.

"Sory ya, gue ngagetin lu," ucapnya lagi sambil tertawa.

"Sory..... sory.... Lu bilang?! Gimana kalau tadi gue pingsan?!" ucapku dengan ekspresi marah beneran.

"Ya maaf. Gue gak tau kalo ekspresi lu bakalan kayak gini. Biasanya kan lu yang sering isengin gue. Ya... Sekali-kali gue juga pengen donk," ucap Jerriko membuat pembelaan.

"Oh iya. Malam ini mama sama papa gak dirumah. Jadi, gue udah masak makan malam buat kita," sambungnya lagi sambil mempersilahkan aku untuk duduk.

"Pasti ada maunya ini," batinku sambil duduk tepat disampingnya.

Selang beberapa menit setelah melepas tasku, aku pun mulai mencicipi masakannya. Seperti biasanya, dia memang sudah pintar memasak dan tak perlu meragukan cita rasa masakannya.

"Key," panggilnya tiba-tiba sambil meletakkan sendok makannya diatas piring. (Sudah kuduga pasti ada maunya)

"Kan mama sama papa kayaknya bakal gak pulang untuk beberapa hari, jadi..." ucapnya terhenti seakan enggan untuk melanjutkan.

"Jadi?" lanjutku sambil menoleh kearahnya.

"Gue mau ajak Karin nonton bareng dirumah. Bisa ya?" tanyanya melanjutkan. Aku pun diam sejenak memikirkan.

"Ya terserah lu. Asal lu gak nganggu gue, semuanya aman-aman aja," jawabku singkat dan padat.

"Wes. Tumben lu baik," ucapnya lagi tampak senang dengan jawabanku.

"Bukannya lu yang tumben-tumbennya mau ngomong sama gue?!" balasku.

"Ya, 'kan sekali-kali gue juga pengen jadi orang baik," ucapnya memberi senyum penuh maksud.

"Yaudah. Terserah lu deh," ucapku singkat.

Akhirnya percakapan kami berakhir dan aku melanjutkan makan. Hingga beberapa menit kemudian dia mulai membuka pembicaraan lagi.

"Btw. Gue gak sengaja liat lu jalan sama om-om tadi siang,"

"Lu seriusan jatuh cinta sama tuh om-om?!" ucapnya tiba-tiba membuatku hampir menyemburkan teh yang akan ku habiskan.

"Om-om siapa?! Lu pasti salah liat deh. Gue gak ada jalan sama om-om," jelasku sedikit panik.

"Gue gak buta dan gue gak mungkin salah liat wajah lu," ucapnya lagi.

"Apa jangan-jangan maksudnya Roby?" batinku sejenak.

"Bisa-bisanya lu jalan sama dua cowok sekaligus. Saran gue ya, mending lu pilih salah satu. Kalau gak si Aldy si om-om tadi. Kasian kan mereka berdua lu kasih harapan begitu," ucap Jerriko memberi saran.

"Emang siapa sih yang pacaran sama dia. Lu sok tau aja," ucapku sedikit jengkel.

"Jadi, selama ini lo belum juga jatuh cinta sama si Aldy?!" tanyanya lagi seakan mengintrogasi.

"Apaan sih. Gue gak jatuh cinta sama mereka. Mereka aja yang ngejar-ngejar gue. Dan kalo misalnya Lo bilang kalo gue ngasih harapan, ya salahin mereka. Kenapa mau sama gue, padahal
,'kan gue udah berusaha buat bilang kalo gue belum mau pacaran," jelasku.

"Kenapa?" tanyanya lagi seakan ingin tahu.

"Buat apa lu coba, nanya-nanya gitu ke gue?" tanyaku balik.

"Ya,'kan secara gue Abang lu," ucapnya singkat padat dan benar-benar menusuk bagian hatiku yang paling sulit untuk ditembus.

"Abang?" batinku sejenak.

"Apapun yang terjadi dimasa lalu, gue harap itu jadi masa lalu kita berdua aja. Sekarang, lu udah jadi adik gue. Dan sebagai abang, gue pengen selalu ada buat lo. Gue pengen yang terbaik buat lo," sambungnya dengan nada mantap. Seketika itu juga aku terharu dengan pernyataannya hingga terdiam sejenak.

Kebenaran yang selama ini belum kudengar dari mulutnya kini dapat menenangkan hatiku. Takdir yang menyatukan kami kembali membawa cinta. Cinta seorang kakak pada adiknya. Dan sudah kuakui kalau aku sudah merasakan itu. Tidak ada lagi cemburu atau patah hati. Aku senang kini sudah punya kakak yang bisa mengerti perasaanku tanpa harus meminta dengan kesal agar bisa mengerti perasaanku.

"Cinta ya gitu,"

"Gue saranin, lu pilih dia yang benar-benar lu rasa bisa buat Lo nyaman," sambungnya.

Aku yang masih terdiam pun hanya bisa mendalami perkataannya.

"Trus. Kalo dua-duanya bisa buat nyaman, gue harus pilih yang mana?" tanyaku iseng untuk mendapatkan jawaban darinya.

"Pilih yang benar-benar memperjuangkan lu," jawabnya.

"Tapi mereka berdua sama-sama berjuang buat gue. Sama-sama pengen pertahanin gue,"

"Dua-duanya sama-sama buat gue bingung milih yang mana," sambungku mengeluarkan keluh kesahku.

"Ya harus pilih salah satu." ucapnya lagi.

"Ya kalo cuma bilang gitu, gue mah bisa. Tapi tetap aja kan, lu gak ngasi solusi sama sekali," ucapku padanya yang kini mulai memikirkan solusi.

"Yaudah. Gini, lu tinggal jauhin salah satu dari mereka, trus pertahanin satunya lepas yang satunya,"

"Bedanya sama yang tadi apa cobak?! Tetap aja gue dipaksa buat pilih salah satu," omelku.

"Yaudah. Lu pacarin aja dua-duanya. Kalau ketahuan lu tinggal milih kalo ada yang bertahan," ucapnya kehabisan akal.

"Lah. Kalo dua-duanya ninggalin gue gimana?!" tanyaku lagi.

"Itu derita lo. Kan dah gue bilang pilih salah satu?!" ucapnya kesal sembari bangkit dari kursinya.

"Tau ah. Pusing gue lama-lama!" keluhnya meninggalkanku yang masih duduk dimeja makan.

"Lo mau kemana?" tanyaku kesal disaat dia meninggalkanku sendiri.

"Mau masuk kulkas!"

"Ya mau tidur lah! Ya kali gue harus ikut stres gara-gara mikirin pertanyaan lu," ucapnya jengkel.

"Tapi...."

"Udah. Lu tidur aja. Besok kita lanjut lagi," ucapnya menghentikan semangatku. Dan akhirnya tinggallah aku sendiri dimeja makan.










Next Guys......

SEBELUM KAMU(TAMAT)Where stories live. Discover now