Delusion Effect 21- Berhak Pergi

19.3K 1.9K 286
                                    

-santai, part ini tidak akan menyulut emosi-

H A P P Y R E A D I N G

"Gue khawatir banget sama Tata," celetuk Kila.

"Emang dia kenapa?" tanya Sandy. Menyuapkan bakso ukuran besar ke dalam mulut, dia menatap Kila bingung.

"Udah dua hari dia nggak sekolah," jawabnya.

"Sakit mungkin," sahut Bima.

"Tapi..." Kila menggigit kuku-kuku jarinya, "duh," kesalnya.

"Lo kenapa dah?" Didi bingung melihat sikap aneh Kila.

"Dua hari yang lalu gue kasih tau dia tentang postingan si Temaram temaram itu," katanya.

"Temaram siapa?" tanya Nino.

"Temaram, itu loh temennya si Alan. Punya nama susah amat!" ujar Kila. Dia bersungut kesal, lupa sendiri dengan nama gadis yang berhasil membuatnya emosi.

"Tamara," koreksi Maman.

"Ah elah, postingan doang," tutur Didi.

"Masalahnya dia posting foto bareng Alan, terus captionya official," sela Kila cepat.

"Serius?" kelima lelaki itu memasang ekspresi terkejut.

"Official itu artinya jadian 'kan?" Uma ikut nimbrung dengan wajah polos.

Tanpa sadar Bima mengangguk membuat gadis berjilbab itu memekik, "tuh kan bener!" pekiknya, "Kila nggak percaya sama aku sih!" Uma merengut kesal.

"Bukan nggak percaya ogeb! Tapi gue mikirin perasaanya Tata, lo main nyeplos aja!" seru Kila.

"Keterangan surat izin nya dia apa?" tanya Maman.

"Sakit. Gue chat nggak di bales, telfon pun nggak di angkat," jelas Kila.

"Pulang sekolah kita ke rumah Tata, gimana?" usul Bima.

Membenarkan letak kacamatanya, Nino mengangguk setuju, "nanya Alan pun nggak guna, lebih baik langsung samperin aja."

"Awas aja kalau Alan beneran selingkuh! gue unyek-unyek dia, gue jadiin manusia penyet!" geram Kila.

"Gue siap layangin bogeman," imbuh Sandy.

"Ini kita mau ngapain sih?" tanya Uma bingung.

Para manusia yang berada satu meja dengan gadis itu mengeram kesal. Polos, bego, dan lemot. Uma masuk kedalam semua golongan itu.

"Sttt, lo ikut aja."

"Kita mau bikin tempe penyet?" tanya nya lagi.

---

Tata menatap kosong langit-langit kamar. Pikirannya berkelana. Memiringkan posisi tidurnya, ia menatap Laskar yang masih tenang dalam tidurnya. Keduanya sedang tidak baik-baik saja. Ada luka yang tertoreh.

Laskar yang kehilangan sosok Ayahnya juga Tata yang kehilangan kepercayaan akan cinta.

Mendekap tubuh mungil itu, isaknya kembali mengudara. Memecah sunyi nya kamar yang gelap. Tata lelah menangis, namun lagi-lagi dengan lancangnya air mata itu membasahi pipinya.

Tata tahu, bayi itu juga sama sakitnya. Bahkan mungkin akan meninggalkan jejak-jejak trauma. "Laskar," panggilnya lirih, "jangan pergi ya? Sama Mama aja di sini," pinta Tata berbisik.

"Jangan kemana-mana."

"Jangan tinggalin Mama."

"Amma." Mata itu mengerjap disertai rengekan.

Delusion Effect (Terbit Di Glorious Publisher) Where stories live. Discover now