Delusion Effect 19- Ternyata Ada Hati Yang Terbagi

16.6K 1.6K 235
                                    

-siapkan mental-

Ayo share cerita ini ke temen-temen kalian, biar aunty online nya Laskar makin banyak🖤

H A P P Y R E A D I N G

Tata termenung dalam malamnya. Gadis itu menatap secangkir kopi di genggamannya dengan tatapan kosong. Ia berdiri di balkon kamarnya, meresapi angin malam yang menerpa tubuhnya. Laskar sudah terlelap di dalam kamarnya, bayi mungil itu lelah setelah seharian bermain dengan Reka.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. "Duh, Tata, lo nggak boleh nangis!" ujarnya pada diri sendiri. Ia berusaha tersenyum. Kenapa semua menjadi serumit ini?

Konyol rasanya. Ternyata seseorang yang ia pegang penuh kesetiaanya dengan tega menghianatinya. Tata tertawa lirih, "Tata, jangan nangis. Lo kuat," gadis itu berusaha tegar walau pada akhirnya isak tangis mengudara.

"Bulan, Alan nggak mungkin setega itu kan?" Matanya menatap bulan yang bersinar terang malam itu, "kami punya Laskar, bukannya itu cukup?"

"Tap-tapi ke-kenapa?" tanya nya lirih. Isaknya makin jelas terdengar, tangannya membekap mulut, takut bila orang rumah mendengar tangis pilunya.

Flashback on

"Mi, Tata nitip Laskar ya," ujar Tata. Gadis itu turun dari lantai 2, tempat kamarnya berada dengan menggendong tas sekolah.

"Kamu mau kemana?" tanya Rosi.

"Tata mau kerja kelompok di rumah Uma," jawabnya.

"Oh yaudah, ke sana naik apa?"

"Di jemput Kila, katanya dia bentar lagi sampai," balas Tata, dia membenarkan kunciran rambutnya yang terasa longgar, "Laskar mana?"

Rosi menoleh sekilas, Wanita itu sedang sibuk memilih stiker wa yang ingin di kirim ke grup ibu-ibu arisan, "main sama Papi di belakang."

"Wahh, ada stiker pentol gemoii!" seru Tata.

"Ini gimana sih Ta? Kok nggak mau ke kirim?" Wanita itu merengut jengkel.

"Tinggal di pencet Mi," ujarnya.

Tin

Tin

"Kayaknya itu Kila, Tata berangkat ya. Assalamualaikum," pamitnya.

"Waalaikumsalam."

Sampai di depan rumah, benar saja Kila sudah menunggunya. Menurunkan kaca mobil, Kila berseru. "Cepetan Ta!"

"Sabar!" jawabnya.

Tata membuka pintu mobil lalu duduk di belakang bersama Kila. Dia menyempatkan diri menyapa supir pribadi Kila yang gadis itu ketahui bernama Pak Narto.

"Lo bawa laptopnya kan, Kil?" tanya Tata.

"Bawa, tapi batrai nya low batt."

"Bawa charger?"

Kila mengangguk. Dia sedang berkutik dengan benda pipih canggih di genggamannya. Mungkin berbalas pesan dengan Nino, pikir Tata.

"Kemarin gue ketemu Mas Albar di supermarket," celetuk Tata.

Hitungan detik, atensi Kila langsung terfokus pada gadis di sebelahnya. Matanya berbinar, "yang ganteng itu kan?" tanya nya antusias.

"Keluarganya Uma mana ada yang gagal prodak," ujar Tata jengkel. Respon Kila kelewat cepat, bahas cogan aja langsung nengok!

"Semoga hari ini semua kakaknya Uma ada di rumah." Gadis itu menerawang.

"Hust! Udah punya Nino juga!" tegur Tata.

Sesampainya di depan rumah Uma yang tidak bisa di bilang kecil, kedua gadis itu segera turun. Uma sudah menunggu keduanya di depan gerbang. Niat sekali dia.

"Ayo masuk," ajaknya.

"Ma, kakak-kakak lo ada di rumah?" tanya Kila.

Uma mengangguk, "ada."

"Semua?"

"Nggak, Kak Wahid lagi main ke rumah temen."

"Wahid yang mana sih?" tanya Kila, merasa asing dengan nama itu.

"Wahid bapaknya Tejo?" celetuk Tata yang mendapat cubitan di lengannya.

"Kalian belum pernah ketemu sama Kak Wahid," jawab Uma. Tata dan Kila hanya bergumam-o.

"Eh Kila sama Tata udah sampai, ayo masuk." Mereka di sambut oleh Umi Uma yang sedang menyiram tanaman mawar nya.

"Assalamualaikum Umi," salam keduanya.

"Wa'alaikumsallam, kerja kelompoknya di gazebo belakang ya? Yang lain lagi di ruang tamu."

"Siap Umi." Kila yang menjawab paling semangat.

Mereka di giring menuju taman belakang. Sempat menyapa sekilas anggota keluarga Uma yang sedang bersantai di ruang tamu.

Sedang khusyuk mengerjakan tugas kelompok, tiba-tiba saja Kila berceletuk.

"Ta, kemarin gue iseng nyari instagram si Nenek lampir, dan ketemu," katanya.

Tata tampak berpikir. Koneksi otaknya sedang lemot, 'Tamara maksdu lo?"

"Iya, tapi karena instagramnya di gembok, gue pakai second account."

Dia mengeluarkan handphonenya, "udah di konfir," ujar Kila seraya menunjuk layar handphonenya.

"Eh ada fotonya dia sama Alan," ungkap Kila, "official? Official apaan nih?" ujar gadis itu saat membaca caption yang tertera.

"Resmi jadian?" celetuk Uma tiba-tiba.

Deg!

"Lo jangan ngomong yang aneh-aneh, Ma!" tegur Kila.

"Kapan di unggah?" Tanya Tata, suaranya terdengar bergetar.

"Lima maret."

Maret? Dahi Tata mengernyit. Gadis itu menggeledah tasnya, mengeluarkan dompet miliknya. Ia mencari struk belanja yang biasa ia simpan sehabis berbelanja. Kebiasaan yang tidak bisa di hilangkan. Setiap pergi berbelanja ia akan mengecek satu persatu harga barang pada struk, lalu setelahnya akan ia simpan dalam dompet.

Dan saat melihat tanggal pada struk belanja yang Alan serahkan bulan lalu, tepat pada saat dimana Tata melihat cowok itu keluar dari supermarket bersama Tamara, gadis itu tidak bisa menahan air matanya.

"Seminggu setelah mereka ketemu di supermarket," ucap Tata lirih. Semudah inikah hati Alan goyah?

Flashback off

Tata menyeka air matanya yang dengan lancang mengalir deras. "Hiks." Pandangannya berkabut karena air mata.

"Lalu sekarang apa?" monolognya. Tangannya menyeka kasar cairan bening yang membasahi pipinya. Mengakhiri? Secepat ini?

"Alan, hiks, aku percaya kamu. Ta-tapi, kenapa?" ia berharap ini bukan nyata.

Apa kata 'kita' atara 'mereka' masih pantas untuk di pertahankan?

-BERSAMBUNG-

Aku nggak tau kalian dapet feel nya atau nggak, jujur aku ngetik ini sambil nangis. Walau di selingi ketawa perihal Wahid bapaknya si Tejo. Tumben nulis cerita, nangis sendiri.

Untuk author, apa ada yang ingin di sampaikan??

Kalian tim mana nih??

-Sad Ending

-Happy Ending

Terimakasih untuk kalian yang sudah menyempatkan diri meninggalkan vote dan komen🖤.

Salam tertera;

Sri Devina Myn

Delusion Effect (Terbit Di Glorious Publisher) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang