Part 48

1.8K 144 28
                                    

(Namakamu) melangkah turun dari taksi yang di tumpanginya. Ia membungkuk di depan kaca pengemudi dengan sedikit kesulitan karena terhalang oleh perutnya yang semakin membuncit--untuk menyerahkan ongkos taksi. Kemudian wanita itu mengayunkan kakinya dengan sedikit kepayahan sambil berusaha mengatur tarikan napasnya.

Akhir-akhir ini dada (namakamu) terasa lebih sesak, bahkan lebih sulit baginya untuk sekedar menarik napas ketimbang menggerakkan kedua kakinya.

(Namakamu) berhenti di depan pintu untuk merogoh tas tangannya mengambil kunci. Ia memasukkan kunci itu ke lubang pintu lalu mengernyit. Tangannya segera menarik handel pintu yang ternyata tidak terkunci sama sekali. Apa Iqbaal lupa mengunci pintu sebelum berangkat ke kantor? Dengan sedikit panik, (namakamu) mengayunkan daun pintu lebih lebar dan melangkah masuk ke dalam.

Kerutan di keningnya semakin dalam ketika mendapati suasana di dalam rumah. Tidak seperti biasanya, rumah itu tampak di terangi cahaya yang temaram dari lilin lilin kecil yang di susun rapi di sisi kanan dan kiri. Harum semerbak wangi yang berasal dari kelopak bunga mawar yang bertebaran di lantai membuat (namakamu) tanpa sadar melepaskan flatshoes nya dengan sedikit buru-buru. Ia melangkahkan kakinya masuk semakin dalam ke rumah.

Di tengah-tengah ruangan, di tengah-tengah cahaya lilin yang di susun berbentuk hati, Iqbaal berdiri di sana, menunggunya. "Iqbaal?" Suara (namakamu) nyaris hilang tertelan tenggorokan.

"Hai," Iqbaal tersenyum. Sileut wajahnya tidak begitu jelas karena cahaya lilin yang berada di bawahnya. Laki-laki itu melangkah mendekati (namakamu) kemudian berdiri tepat di depan wanita itu. Kedua tangannya yang sejak tadi bersembunyi di balik badannya di ulurkan ke depan bersamaan dengan sebuket bunga daisy segar yang cantik turut hadir di depan (namakamu).

"Baal?" (Namakamu) membekap mulutnya dengan tangan nyaris meledak karena luapan kebahagiaan yang membuncah di dadanya.

Iqbaal menunduk mendekati telinga (namakamu) dengan bibirnya, berbisik dengan suara rendah yang membuat bulu kuduk (namakamu) berdiri. "Happy Anniversary yang ke dua tahun pernikahan kita, maaf telat waktu itu kita benar-benar sibuk,"

Sekarang sudah menjelang akhir tahun. Benar-benar telat. Tanggal 11 April tahun lalu. (Namakamu) ingat, di tanggal yang sama tahun ini (namakamu) resmi menjadi istri Iqbaal, remsi menyandang nama belakang laki-laki itu. Iqbaal tersenyum saat menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga (namakamu) lalu mengecup pelipis wanita itu cukup lama. "Mau dansa?"

Lagi-lagi (namakamu) nyaris kehilangan suaranya untuk berkata-kata namun tangan Iqbaal sudah lebih terulur di depannya. Seketika (namakamu) teringat permintaannya pada Iqbaal sore itu saat mereka duduk di taman komplek. Saat itu Iqbaal bertanya apakah (namakamu) tidak menginginkan sesuatu karena biasanya ibu hamil selalu mengidam sesuatu. (Namakamu) malah menjawab jika ia ingin di bawa ke pesta dan di ajak berdansa. Itu adalah 'ngidam' pertamanya barang kali juga untuk yang terakhir kalinya. (Namakamu) menyambut uluran tangan itu dan Iqbaal langsung memeluknya dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain menggenggam tangan (namakamu).

Keduanya bergerak seirama dengan alunan A Thousand Year yang mengalun lembut dari sudut ruangan. Iqbaal membawa (namakamu) bergerak ke kanan, lalu ke kiri kemudian berputar. Dengan gerakan yang sedikit berhati-hati dan terjaga karena wanita itu sedang hamil tua. "Aku kangen banget sama kamu yang," kata Iqbaal sedikit merajuk. "Akhir-akhir ini aku nggak bisa tidur karena nggak ada yang bisa aku peluk,"

(Namakamu) tersenyum, setengah menahan tangis. Tingginya yang tidak lebih dari sebatas dagu Iqbaal, membuatnya dengan mudah menyembunyikan bening yang kini menyelimuti pelupuk matanya.

"Aku kangen denger suara kamu di rumah (nam), aku kangen lihat kamu masak, aku kangen di pasangin dasi sama kamu.."

Kini setetes air mata telah meluncur dari mata (namakamu), mengalir perlahan ke pipi wanita itu. Matanya terasa panas.

After Marriage Where stories live. Discover now