Part 14

1K 138 7
                                    

(Namakamu) menunduk ketika merasakan ponsel di tangannya bergetar lama, menandakan adanya satu panggilan yang masuk. Ibu jarinya menggeser garis hijau di layar kemudian menempelkan benda pipih itu ke telinganya. "Halo ma?"

"(Namakamu)? Kamu dimana? Udah pulang?"

"Iya udah ini lagi di jalan, kenapa?"

"Makan malam bareng yuk? Iqbaal kan nggak pernah makan malam bareng sama mama sama papa,"

"Kata siapa nggak pernah? Pernah kok ma yang waktu itu!"

"Yang waktu itu kan belum jadi menantu kamu gimana sih, mama udah masak banyak nih,"

"Nggak bisa ma," (namakamu) melirik Iqbaal. Ternyata laki-laki itu juga melirik ke arahnya dengan pandangan bertanya. "Iqbaal ada acara," bohong. (Namakamu) hanya sedang malas berduaan lama-lama dengan Iqbaal, ia ingin segera cepat sampai di rumah.

Iqbaal menautkan kedua alis. Laki-laki itu merangsek mendekati (namakamu) kemudian berteriak. "Bisa ma! Iqbaal bisa! Iqbaal nggak ada acara ma!" Entah apanya yang bisa, Iqbaal tidak sepenuhnya mengerti apa yang di bicarakan (namakamu) dan ibunya.

"Ck. Baal!" (Namakamu) mendorong wajah laki-laki itu menjauh karena Iqbaal berusaha berteriak di dekat telinganya.

"Tuh kan Iqbaal bisa kamu jangan halang-halangin mama deh ketemu sama menantu mama yang ganteng itu,"

"Apaan sih ma! Norak!"

"Kok sewot? Eh kamu cemburu ya? Haduhh maaf maaf mama--"

"Bodoamat (namakamu) matiin!" (Namakamu) mengakhiri sambungan telfonnya sebelum sang ibu selesai bicara. Lagipula mendengar atau tidak mendengar apa yang di katakan ibunya, sama saja baginya. Sepanjang hidup (namakamu) ia lebih sering mendengar ibunya menggoda dirinya habis-habisan ketimbang memberinya nasehat bijak layaknya orang tua yang mbeneh, alias bener. Ibunya itu tipe ibu-ibu jaman modern yang sudah terkontaminasi oleh gaya hidup orang luar. Meski (namakamu) juga tidak mengeluh memiliki ibu yang open minded sekali. Tapi tukang drama.

"Kenapa? Mama Ari nyuruh ke rumah?" Tanya Iqbaal.

(Namakamu) mengangguk, lalu terdiam. Sedetik kemudian ia menoleh lebih cepat dari yang ia duga membuat Iqbaal kembali menatapnya dengan pandangan bingung. Kedua mata Iqbaal seolah bertanya 'apa?' tetapi bibir (namakamu) tetap mengatup rapat tanpa ada satupun kata yang keluar. Yang ada di dalam kepalanya tetap tersimpan di dalam kepalanya. Mama Ari? Entah kenapa (namakamu) ingin tersenyum geli mendengarnya.

"Kita harus ke sana,"

"Kenapa?"

"Gue mau caper sama mertua," jawab Iqbaal asal. (Namakamu) langsung memukul lengan laki-laki itu dengan tangannya. "Ya lagian lo pake nanya, pastinya masih ada barang-barang di rumah lo yang belum sempat lo ambil kan? Baju-baju lo? Atau kalau perlu kita ambil aja semua selemari-lemarinya."

"Heloow kayak gue mau tinggal lama aja di rumah itu bareng lo. Kita juga belum ngomongin soal ini, mau berapa lama kita tinggal bareng di rumah itu?"

"Seperti yang lo bilang, lama,"

"Seberapa lama?" Tanya (namakamu).

"Selama-lamanya," jawab Iqbaal sambil menarik sudut bibirnya tiga perempat ke atas.

*

"Halo menantu kesayangan mama," Ariana membuka pintu lebih lebar kemudian menghampiri Iqbaal dan memeluk pemuda itu. Tak lupa ia juga mencium pipi kiri dan pipi kanan Iqbaal. Bukan Iqbaal yang melongo melihat aksi wanita itu, melainkan (namakamu) sang anak yang sama sekali tidak di hiraukan keberadaannya!

After Marriage Where stories live. Discover now