Part 43

1.1K 145 7
                                    

Pukul 23.00, suasana di vila itu masih tampak riuh meski beberapa anak kecil keponakan Iqbaal sudah tidak seaktif tadi. Risjad, anak Tante Diana sudah di bawa kamar oleh ibunya karena anak itu mulai rewel. Kebanyakan orang yang masih terjaga adalah para orang tua dan saudara-saudara Iqbaal berusia remaja yang menghiasi ruang tengah di lantai satu dengan percakapan hangat.

(Namakamu) dan Iqbaal duduk bersama kedua orang tua mereka serta om Aris dan Tante Rena. Sementara yang lain tampak meributkan posisi kembang api yang nanti akan di nyalakan di halaman depan.

"Kok tumben kamu betah disini baal? Kamu kan suka rewel kalo udaranya dingin," kata bunda Rike seraya menaruh jagung bakar di atas piring untuk suaminya.

"Gimana Iqbaal nggak betah lah dia kan ke sininya sama (namakamu)," Tante Rena menggidikkan dagu ke tempat (namakamu) duduk sambil tersenyum menggoda.

Celetukannya itu sontak saja membuat semuanya tertawa. Sedang yang di goda tampak memerah menahan malu.

"Jadi gimana? Kamu udah isi (nam)?' tanya Ariana penasaran.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya. "Belum ma,"

"Loh masih belum? Terus kamu muntah tadi itu kenapa (nam)?" Kembali suara Tante Rena membuat semua orang menatap ke (namakamu). Begitu juga Iqbaal yang tampak terkejut.

"Kamu habis muntah yang? Kenapa? Kamu sakit?" Kali ini Iqbaal terlihat khawatir.

"Enggak. Nggak papa, cuma tadi kayaknya aku salah makan, makanya terus muntah," penjelasan (namakamu) membuat wajah-wajah di sekitarnya kembali normal.

"Yahh, mama kira hamil," cetus Ariana yang kemudian mendapat sikutan halus dari suaminya.

"Tapi kamu beneran nggak papa yang?" Bisik Iqbaal seolah ingin memastikan saat orang-orang sudah kembali melanjutkan obrolannya.

"Iyaa baal, nggak papa," sahut (namakamu) sambil menarik pipi Iqbaal dengan gemas.

"Eh bentar lagi mau jam 12, ayo, ayo," bunda Rike tiba-tiba berdiri dari kursi yang sejak tadi di dudukinya. Semua orang segera mengikutinya, berjalan ke halaman depan dimana tempat semua anggota keluarga yang lain berkumpul.

Pukul 23.59 semua orang mulai berhitung dengan tidak sabar.

"Lima... Empat... Tiga.. dua... Satu.."

Tepat pada pukul 00.00, suara-suara itu mulai menggaung riuh. Suara terompet yang di tiup sekuat tenaga, suara letusan kembang api yang pecah di langit, seruan-seruan nyaring orang-orang yang mengatakan 'happy new year' bergema bersama-sama dengan berisiknya.

(Namakamu) mendongakkan kepalanya ke atas dan menatap setiap letusan kembang api yang pecah di langit dengan tatap takjub. Di sampingnya, Iqbaal tampak melakukan hal yang sama sambil tersenyum lebar dan merangkul bahu (namakamu). "Happy new year sayang," kata laki-laki itu di depan telinga (namakamu).

(Namakamu) menoleh dan tersenyum. "Happy new year baal," lantas ia mendekati wajah Iqbaal dan mencium bibir laki-laki itu, hanya satu ciuman singkat namun berhasil membekukan saraf Iqbaal.

Setelah tersadar, Iqbaal ikut merekahkan senyum nya lebar-lebar dan membalas (namakamu) dengan menempelkan bibirnya pada pelipis wanita itu lama. Dadanya di penuhi oleh perasaan hangat yang membuncah. Ada perasaan bahagia yang tak terkira besarnya hingga membuat Iqbaal nyaris meneteskan air mata.

Iqbaal kembali meluruskan pandangannya ke depan dan (namakamu) diam-diam meliriknya. Meski tersenyum bahagia, (namakamu) tahu jika Iqbaal sedang menyembunyikan kekecewaannya. Dari sorot mata laki-laki itu yang sesekali tampak kosong, (namakamu) sadar jika Iqbaal sedang memikirkan sesuatu. Dan tidak sulit menebak apa yang membuat laki-laki itu terlihat sedikit murung. "Baal," panggil (namakamu) akhirnya.

After Marriage Where stories live. Discover now