Part 9

996 113 0
                                    

Marisa meletakkan tiga buku album foto di atas meja lalu mulai menjelaskan. "Silver wedding package dengan fasilitas 2 VIP fitting room, food testing untuk 10 orang, pesta pernikahan untuk gallery 2 dan 3, soft drink dan ice tea di sesuaikan dengan buffet, wedding buffet untuk 550 tamu undangan , 1 malam untuk kamar deluxe. Paket royal juga menyuguhkan paket lengkap untuk 600 tamu undangan, paket sparkling untuk 500 tamu undangan dengan suasana yang lebih hangat dan kekeluargaan,"

"Gimana kalo paket Royal? Kita perlu mengundang semua kerabat keluarga dan teman-teman, apa cukup?" Tanya Ariana.

"Nggak perlu ma," ucap (namakamu) tiba-tiba.

"Kenapa (namakamu)?"

"Kita ambil paket sparkling aja, 500 undangan sudah lebih dari cukup buat dua kerabat keluarga, aku sama Iqbaal nggak perlu mengundang teman-teman,"

Ariana dan Mario tampak saling lempar pandang. "Kamu---"

"Aku juga setuju sama (namakamu)," Iqbaal menimpali. "Aku rasa lebih baik teman-teman di undang waktu acara resepsi aja,"

(Namakamu) melirik laki-laki itu sekilas lalu mengembalikan pandangannya ke depan.

"Tapi kenapa baal? Kamu nggak mau undang temen-temen kantor kalian?"

"Di kantor..lagi hectic banget sama kerjaan. Anak-anak lagi ngejar target buat akhir tahun, aku nggak mau ganggu Bun," Iqbaal mengarang jawaban yang sangat brilian. Tersenyum samar pada dirinya sendiri yang bisa mengarang jawaban secerdas itu.

Alasan yang akhirnya dapat di terima baik oleh orangtuanya maupun orangtua (namakamu). Ke empat-empatnya mengangguk saja dan Marisa segera mencatat apa saja detail yang di inginkan oleh kedua belah pihak.

Acara makan malam itu selesai tepat pada pukul sembilan kurang. Ayah dan bunda Iqbaal sudah masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan papa dan mama (namakamu). Sebelum mobil kedua orangtuanya pergi, (namakamu) meminta izin pada keduanya. "Aku mau keluar sebentar sama Iqbaal nggak papa kan ma?"

"Hm?" Alis mamanya terangkat. Meski kaget, tentu saja wanita itu langsung tersenyum lebar dan menganggukinya. Tanda ia setuju. "Jangan pulang malem-malem ya,"

(Namakamu) mengangguk kemudian melangkah menghampiri. Laki-laki itu sudah berdiri di samping motornya. Begitu kedua mobil keluarga sudah pergi, (namakamu) menarik lengan Iqbaal agar mengikutinya. "Mau kemana?"

(Namakamu) tidak menjawab. Perempuan itu terus berjalan. Iqbaal menghela napas pelan dan mau tak mau mengikuti setiap langkah (namakamu). "Duduk sini bentar," kata (namakamu) saat mereka sudah sampai di tempat tujuan perempuan itu.

Iqbaal menurut dengan menundukkan dirinya di sebuah bangku sedang (namakamu) masuk ke dalam apotek. Tak berapa lama perempuan itu sudah kembali dengan membawa sekantong kresek kecil berisi Betadine, kapas, plester, dan botol air mineral berukuran kecil. Perempuan itu duduk di sampingnya.

(Namakamu) tanpa mengatakan apa-apa lagi menarik lengan Iqbaal yang terdapat luka di bagian sikunya. Ia menggulung lengan kemeja yang robek sampai melebihi batas siku lalu membuka tutup botol dan menuang airnya sedikit demi sedikit mengaliri luka di siku Iqbaal. "Tolol," hanya desisan itu yang keluar dari bibir (namakamu).

"Makasih," ucap Iqbaal meski pahit laki-laki itu tetap menyinggungkan senyumnya.

(Namakamu) mendecih. Ia masih sibuk membersihkan luka Iqbaal dengan obat merah. Setelah selesai perempuan itu membebat lengan Iqbaal dengan kassa. Sedangkan plesternya ia tempelkan pada luka lain di punggung tangan Iqbaal yang juga terdapat luka tergores.

"Kenapa sih lo? Lo habis jatuh pas nganterin Bella?" Tanya (namakamu) dengan nada galak yang tak pernah luntur setiap kali ia berbicara dengan Iqbaal. Padahal Iqbaal tau jika perempuan itu hanya sedang menyembunyikan kecemasannya.

After Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang