Part 6

1.1K 117 0
                                    

"Harusnya kalian berdua itu malu! Kalian di besarkan dari keluarga yang terpandang! Seumur hidup ayah menjaga nama baik keluarga kita tapi apa yang kalian lakuin sekarang? Kalian mencoba mencoreng nama baik itu hah?"

(Namakamu) hanya mampu menundukkan kepala dalam dalam. Di sampingnya Iqbaal terdiam dan memaksa nya untuk diam juga sementara mulutnya sudah benar benar gatal ingin membantah kalimat ayah laki laki itu, om Herry.

(Namakamu) memandang sekelilingnya dengan ironis. Ibunya menangis di pelukan Tante Rike. Papanya terdiam dengan wajah kaku yang tak pernah (namakamu) lihat sebelumnya. Papanya jarang marah, bahkan tidak pernah. Di antara mereka semua, (namakamu) sejujurnya benar benar takut dengan papanya. Sikap diam papanya lebih menakutkan daripada kemarahan om Herry yang terus berkicau sejak tadi.

"Aku sudah bilang kan Na lebih baik kita percepat saja pernikahan mereka. Hal seperti inilah yang aku takutkan." Ucap Rike sembari mengusap-usap lembut bahu Ariana, berusaha menenangkannya.

"Aku...hikss..juga nggak tau kalo bakal kayak gini Rik. Aku kan kasian sama anak aku, aku nggak mau buat dia shock karena tiba tiba di kawinin makanya aku kasih mereka waktu buat PDKT," sahut Ariana sesegukkan. Sesekali membersit hidungnya dengan tissue.

(Namakamu) menatap Ibunya dengan miris. Jelas jelas wanita itu tidak pandai berakting. Air mata itu palsu, tatapan kecewa itu hanya di buat buat untuk menyembunyikan senyum kemenangan yang bersinar di baliknya. Ini adalah saat-saat yang di tunggu ibunya.

"Kalau begitu apalagi? Sudah jelas kan?" Om Herry akhirnya menempati soffanya lagi dan tampak lega. "Lebih baik memang di percepat agar tidak menimbulkan fitnah, dan jangan sampai kejadian ini menyebar di telinga orang-orang sekitar."

Kedua alis (namakamu) saling menukik. Oh tidak. Ia benar benar tidak tahan sekarang.

"Pernikahan apa sih? Aku bener bener nggak ngapa-ngapain sama Iqbaal!" Ucapan (namakamu) yang terdengar lantang dan jelas itu membuat lima kepala serentak menoleh ke arahnya. Tapi perempuan itu tidak gentar atau takut sama sekali. Sengaja ia tidak melirik ke arah papanya.

"Nggak ngapa-ngapain terus ngapain ke hotel?!" Tanya Ariana dengan wajah merah padamnya.

"Itu kecelakaan! Itu nggak sengaja terjadi..."

"Bagaimana bisa nggak sengaja terjadi?" Mario menyela tajam. (Namakamu) seketika meneguk ludahnya dengan pahit. "Kalimat mu itu benar benar menunjukkan betapa nggak berpendidikannya kamu! Apa kamu nggak bisa memberikan alasan lain yang lebih masuk akal?"

Jantung (namakamu) seakan berhenti berdetak. Skakmat! Kalimat itu langsung menohok tepat ke dadanya. (Namakamu) tertunduk dalam.

Mario tiba tiba menegakkan tubuh. Tatapan tajamnya terus menghujam ke arah anak semata wayangnya tanpa ampun. "Percepat saja pernikahan ini tanpa ada alasan alasan lain lagi!" Kata laki laki dengan nada tegas yang tak terbantahkan.

*

(Namakamu) mengaduk-aduk minumannya dengan tak berselera. Tatapan matanya terlihat kosong dan terus menatap lurus ke depan tanpa benar-benar tau apa yang sedang dipikirkan. Sebuah nampan berisi makanan di letakkan begitu saja di hadapan (namakamu).

(Namakamu) mengalihkan pandangannya dan menemukan sebentuk wajah manis bermata sipit yang tengah menyinggungkan senyum untuknya. Seketika (namakamu) mendengar suara bisik-bisikan samar di sekitarnya. (Namakamu) mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian kembali pada sosok pria di hadapannya. "Pak Al.." (namakamu) tau harusnya ia tersenyum saat ini, untuk mencerminkan sikap menghormati layaknya karyawan teladan pada bosnya tetapi (namakamu) malah mengernyit. (Namakamu) sedang ingin sendiri, (namakamu) ingin menenangkan pikiran dari entah lah. Menunggu detik-detik mimpi buruk yang akan segera menjadi kenyataan akan membuatmu ingin menarik diri dari lingkungan sekitar. Ingin menenggelamkan diri ke laut atau bahkan lenyap dari permukaan bumi sekalian. Itulah yang sedang di rasakan (namakamu) saat ini.

After Marriage Where stories live. Discover now