Part 27

1K 137 9
                                    

Iqbaal terbangun dari tidurnya dengan tenggorokan kering tapi laki laki itu tidak lantas langsung beranjak dari tempat tidur. Ia menggerakkan kepalanya ke samping ke sisi tempat tidur sebelah kiri, tempat itu masih saja kosong.

Sudah dua hari ini (namakamu) tidak pulang tapi Iqbaal tidak mencarinya. Ia sudah tahu jika (namakamu) menginap di rumah Steffy. Hanya saja Iqbaal tetap tidak bisa berhenti mencemaskan keadaan perempuan itu. Sudah kah ia makan? Apakah (namakamu) tidur dengan nyenyak? Apakah perempuan itu begadang semalaman nonton drama Korea? Tidak kah.. perempuan itu ingin pulang ke rumah?

Iqbaal menatap sekeliling kamar dengan pandangan hampa. Dulu kamar ini terasa begitu sempit jika ia menghuninya bersama (namakamu), namun dua hari ini perempuan itu tidak ada disini dan iwbaal merasa kamarnya jadi begitu lengang, begitu luas. Iqbaal bisa berlari ke sana kemari tanpa takut ada sepasang mata tajam yang akan terus memelototi dan memperhatikan tingkah bodohnya.

Tidak ada suara perempuan itu yang mengoceh tiap kali Iqbaal menaruh handuk basah di tempat tidur. Tidak ada yang menemaninya meributkan hal-hal kecil yang tidak seperti saat mengaca di cermin, siapa yang menghabis parfum milik siapa, siapa yang menghabiskan odol, sabun, dan sampo, siapa yang membuat seisi kamar jadi basah karena air sehabis mandi. Tidak ada yang suara yang melengking tinggi di depan kamar setiap kali Iqbaal menyetel lagu dengan volume kencang.

Semua suara itu telah lenyap, menyisakan Iqbaal pada ruang kosong di kepalanya sendiri. Sebuah ruang yang ternyata terlalu luas untuk dia huni seorang diri dan membuat Iqbaal akhirnya kesepian.

Bersama (namakamu), telah banyak Iqbaal habiskan pagi, bersama perempuan itu telah banyak Iqbaal lewati hari, jam, menit, detik. Bersama (namakamu), Iqbaal telah terbiasa melihatnya setiap kali membuka mata ketika baru bangun dari tidurnya. Kini Iqbaal sendiri bersama kenangan yang perempuan itu tinggal. Tidak kah perempuan itu merasakan hal yang sama? Mau sampai kapan (namakamu) akan tinggal di rumah Steffy?

Iqbaal menghela napas. Ia melirik jam yang tergantung di dinding dan sadar jika ia sudah harus beranjak, bersiap pergi ke kantor sekalipun dia sedang tidak ingin. Jika (namakamu) tidak datang ke kantor dan Iqbaal juga ikut tidak datang, mungkin saja orang-orang akan bertanya-tanya dan curiga. Iqbaal tidak mau hal itu terjadi, (namakamu) mungkin akan semakin marah dan membencinya. Perempuan itu sama sekali tidak ingin terlihat memiliki hubungan apapun dengannya kan?

Dua puluh menit kemudian Iqbaal sudah tampak rapi dalam balutan kemeja putih tanpa dasi. Jas hitamnya ia sampirkan di pundak, ketika berjalan melewati ruang tengah Iqbaal berhenti sesaat dan menatap ke arah sofa di depan televisi dengan tatapan mengenang dan wajah merenung. Samar di lihatnya kembali sosok yang tak henti-hentinya dia pikirkan, yang memenuhi seluruh isi ruang kepala dan kini ikut terproyeksi abstrak di fokus mata.

Perempuan itu duduk di sana..

(Namakamu) terpekur di depan layar laptopnya yang menyala. Sudah dua puluh menit ia duduk di depan sofa, berusaha menyelesaikan pekerjaannya dan ia tak henti-hentinya menoleh ke arah kamar.

Dari suasana rumah yang hening, (namakamu) dapat mendengar suara Iqbaal yang tengah asik berbicara dengan Bella di kamar, dengan jelas. Suara laki-laki itu terdengar keras--sepertinya Iqbaal memang sengaja mengeraskan suaranya untuk membuat (namakamu) panas. "Anjing tuh orang," maki (namakamu) kesal. Ia pun menolehkan kepalanya kembali ke hadapan laptop, berusaha menghilangkan bayangan Iqbaal dan Bella dari kepalanya dan mencoba mengetikkan sesuatu yang tidak begitu ia yakini.

Akhirnya (namakamu) berhasil mengerjakan pekerjaan itu dengan serius selama hampir lima menit saat suara Iqbaal tak lagi terdengar, mungkin dia sudah selesai pacaran dengan Bella di telfon.

After Marriage Donde viven las historias. Descúbrelo ahora