Part 46

1.1K 147 24
                                    

Nissan Juke putih itu telah berhenti di tempat biasa ia terparkir di halaman rumah. Iqbaal melangkahkan kakinya melewati halaman rumah. Ketika membuka pintu, sayup-sayup di dengarnya suara lembut seorang wanita yang bernyanyi.

Iqbaal melangkahkan kakinya semakin dalam dan ia menemukan (namakamu) yang tengah berjinjit berusaha menggapai kabinet. Langsung saja Iqbaal meninggalkan tempatnya berdiri lantas menghampiri wanita itu. Tangannya menangkap pinggang (namakamu), setengah mencengkram nya. "Kamu ngapain sih?!" Tanyanya nyaris berseru.

(Namakamu) menoleh dengan kaget dan menabrak dada bidang Iqbaal yang menempel dengan punggungnya. Wanita itu meringis. "Aku mau ngambil gelas,"

Iqbaal menarik napas kasar. "Biar aku aja," ia membiarkan (namakamu) menyingkir dan menggantikan wanita itu mengambil gelas yang di inginkan.

"Nih," saat menerima gelas yang di sodorkan Iqbaal padanya (namakamu) sadar jika wajah laki-laki itu tampak keruh dan tidak bersahabat. Alis Iqbaal tampak berkerut namun laki-laki itu masih berusaha mengatur ekspresi nya. Bahkan setelah menyodorkan gelas itu padanya, Iqbaal langsung berbalik pergi ke kamar.

(Namakamu) terdiam di tempatnya berdiri. Sesaat berusaha menebak-nebak apa yang membuat Iqbaal terganggu. Wanita itu meletakkan gelasnya di meja, mengurungkan niat membuat susu coklat dan segera menyusul Iqbaal ke kamar.

Iqbaal tidak ada di kamar namun (namakamu) mendengar suara kran air yang menyala di dalam kamar mandi. Wanita itu memutuskan untuk menunggu Iqbaal selesai mandi.

Tak begitu lama. Laki-laki itu sudah keluar dengan handuk yang membelit pinggangnya serta rambut basah yang masih meneteskan titik-titik air ke pundaknya.

"Baal," (namakamu) memanggilnya dan tersenyum sembari menunjukkan handuk yang di bawanya.

Iqbaal yang baru saja akan melangkah kan kakinya ke lemari untuk mengambil baju tampak menoleh. Dengan langkah yang begitu berat seakan ada jangkar yang di ikat di pergelangan kakinya, Iqbaal mendekati (namakamu) yang duduk di tepi tempat tidur, membiarkan wanita itu mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Kamu kenapa hm?" Tanya (namakamu) lembut.

Iqbaal menghembuskan napasnya. Sepertinya ia tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari (namakamu), Iqbaal tidak tahan ingin membaginya. "Bastian tadi bilang ke aku kalo..."

Gerakan tangan (namakamu) terhenti. Wanita itu berhenti menggosok rambut Iqbaal dengan handuk dan menatap laki-laki itu. "Bastian ngomong apa?"

Wajah Iqbaal semakin murung dan entah mengapa (namakamu) mulai merasa khawatir melihatnya. "Ngomong apa baal?" Tanyanya sekali lagi saat Iqbaal masih tidak kunjung berbicara.

"Alasan kamu nggak mau rujuk sama aku," jawab Iqbaal akhirnya.

"Terus?"

"Bastian bilang, karena sampai sekarang kamu nggak mau rujuk sama aku, kamu bisa aja pergi sewaktu-waktu, kamu nggak punya kewajiban buat tetap tinggal sama aku.. kamu bisa pergi ninggalin aku kapan aja karena kamu bukan istri ku lagi... Bener (nam)? Kamu berencana... Pergi?"

"Hah?" (Namakamu) tak kuasa menahan kekagetannya. Jujur saja ia bahkan tidak bisa menjawab. Bukan, bukan karena dia memang berencana pergi melainkan karena ia tidak mengerti mengapa mata Iqbaal berkaca-kaca sekarang. Inikah yang membuat Iqbaal tampak murung sepulang kerja? Bastian sedang mencari masalah rupanya.

"Baal, kamu jangan bergaul sama Bastian lagi deh," ucap (namakamu) kemudian.

"Kenapa?" Iqbaal masih tampak ingin menangis.

"Bastian udah ngeracunin kamu sama omongan yang enggak-enggak!"

"Jadi kamu.. nggak berencana pergi ninggalin aku?"

After Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang