Part 4

1.1K 130 0
                                    

"Kalian berdua nikah ya?"

"HAH?!!" Jerit Iqbaal dan (namakamu) kompak.

Pernyataan itu bagai di iringi petir yang menyambar kepala keduanya. Saking shock nya Iqbaal dan (namakamu) ternganga lebar lebar hingga lupa untuk mengontrol ekspresi wajah mereka di hadapan kedua orang tua masing-masing. Tak ayalnya mereka berempat pun tertawa. Menganggap jika reaksi keduanya adalah sesuatu yang lucu dan menghibur.

"Iya iya mama tau kalian kaget tapi menurut mama ini ide yang bagus untuk menikahkan kalian. Daripada kalian jadi perawan dan perjaka tua kan?" Rike menjelaskan dengan mata yang berbinar binar bahagia. Iqbaal merasa seluruh tubuhnya mendadak lemas. Seluruh tulang dan persendiannya seolah di lucuti tanpa ia sadari. (Namakamu) malah sudah nyaris tidak sadarkan diri di sampingnya.

"Tapi Bun.." Iqbaal memelas pada bundanya. (Namakamu) ikut melakukan hal yang sama pada ibunya.

"Ma.."

Rike menggeleng. Begitu juga dengan Ariana. Harapan Iqbaal dan (namakamu) seketika berpindah kedua ayah mereka.

"Yah..kalian nggak serius kan? Ini bercanda kan? Please, ini nggak lucu." Iqbaal seperti sedang menderita demam berdarah yang dipaksa minum jamu pahit oleh orangtuanya. Bahkan ini lebih pahit dari sekedar jamu! Benar-benar pahit!

"Iya ini nggak lucu banget om! Tan!" (Namakamu) menimpali dengan gaya bak pejuang demo.

Sama seperti Rike dan Herry, kedua orang tua (namakamu) pun juga menggelengkan kepalanya dengan ekspresi yang tak bisa di bantahkan. (Namakamu) menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia benar benar lemas sekarang.

Sementara Iqbaal di tempat duduknya tampak berfikir keras hingga dahinya mengerut dalam. Dalam hati (namakamu) mencibirnya. Kenapa Iqbaal sok sokan mikir padahal (namakamu) tau di dalam kepalanya laki laki itu tidak punya otak? Tchhhh.

**

Pagi ini saat akan berangkat kerja, mendadak (namakamu) tidak bisa menemukan kunci mobilnya di manapun sementara ia masih sangat ingat jika ia melempar benda itu ke meja di dekat pintu. Ia tidak pernah menaruhnya di tempat lain karena ia sadar bahwa ia adalah orang yang cukup ceroboh dalam menyimpan barang. Perempuan itu mendecak dan berkacak pinggang di tengah kamar. Matanya dengan tajam meneliti ke setiap sudut kamar yang dapat ia jangkau dengan pandangan. Tetapi nihil, bahkan setelah membongkar hampir seluruh laci yang ada di lemarinya ia tetap tidak menemukan keberadaan kunci mobilnya.

"Kemana sih tuh kunci!" Desis perempuan itu. Ia kini berderap ke pintu dan menuruni tangga dengan kecepatan kilat. Ia langsung menuju dapur dan sasaran utamanya jelas adalah sang ibu.

"Ma! Mama liat kunci mobil aku nggak?"

Ariana berbalik sambil memegang panci dan spatula di tangannya. Ia tampak berfikir selama beberapa saat. "Mmmm.."

(Namakamu) mendecak. "Ma, cepetan deh aku udah telat nih!" Ujarnya dengan gusar.

"Emang kamu udah nyari di kamar kamu?" Tanya Ariana dengan kedua alis terangkat.

"Udah tapi nggak ada. Mama ngeliat nggak sih?"

"Oh iya mama lupa! Kuncinya emang sengaja di bawa sama papa kamu tadi sebelum berangkat ke bandara,"

"NGAPAINNN?!" (Namakamu) memekik nyaring. "Terus gimana aku berangkat kerjanya mama??!"

Ariana lagi lagi tampak berfikir seolah tidak merasa bersalah dengan tampang melas sang anak yang kini kebingungan mau berangkat kerja naik apa di saat waktu sudah benar-benar mepet. Masalahnya mereka tidak punya supir pribadi atau mobil lain, atau kendaraan lain yang bisa di gunakan (namakamu) untuk berangkat. Tidak mungkin kan ia naik sepeda ontel punya mbak Jum?

"Non." Mbak jum tiba tiba muncul dengan sekantong kresek belanjaan di tangannya.

"Kenapa Jum?" Ariana yang menyahut.

"Anu Nya, itu di depan ada mas Iqbaal nungguin non (namakamu) katanya,"

"Iqbaal? Wah kebetulan banget! Kamu sementara berangkat bareng Iqbaal aja ya (nam)? Gapapa lah, itung-itung buat pendekatan lagian bentar lagi nikah kan?"

(Namakamu) menyipitkan mata. "Mama emang sengaja ngerencanain ini kan? Mama nyuruh papa ngambil kunci mobilku supaya aku berangkat bareng Iqbaal? Iya!?"

Ariana malah menaruh telunjuknya di depan bibir sambil menahan senyum."Sst..jangan bawel udah sana katanya udah terlambat? Hati hati ya sayang!"

(Namakamu) langsung melongos pergi tanpa berpamitan. Di depan pagar ia melihat Iqbaal di atas motornya. Laki laki itu jelas tampak menunggunya. "Woy, gila cepetan! Udah telat nih! Lo mau potong gaji?"

(Namakamu) mencebik dan melangkah dengan ogah-ogahan. "Kenapa lo malah ngedukung mereka sih?" Protes perempuan itu ketika ia sudah berdiri di depan Iqbaal.

Dahi Iqbaal berkerut. Ia memasang helm full face nya. "Siapa yang ngedukung? Justru harusnya lo terima kasih sama gue karena gue udah mau nebengin lo sekarang."

"Itu namanya ngedukung oon!"

"Oh ya? Masa?" Iqbaal memasang wajah tolol nya.

(Namakamu) mendelik. Tangannya benar-benar gatal ingin mencakar wajah laki-laki itu.

"Udah cepetan naik! Duduknya jangan nyamping kayak emak emak ntar gue bawa motornya nggak imbang!"

"Berisik banget sih lo,"

"Pegangan juga ntar lo ke jungkel waktu gue ngerem mendadak gimana? Gue males di omelin tante Ari kalo bikin anak kesayangannya jadi lecet---"

"BACOOTT!!! BURUAN BERANGKAT!!!"

**

"(Namakamu), Lo udah selesai belum?"

Pukul empat sore ketika Iqbaal muncul di meja (namakamu). Laki laki itu tampak kusut dan lelah. Di belakangnya sudah ada ransel hitam kerjanya. (Namakamu) meliriknya sekilas lalu mengembalikan pandangannya pada layar komputer di hadapannya.

"Lo balik aja sendiri gue mau bareng Steffy," jawab (namakamu) tanpa menoleh. Hal itu kontan saja membuat Iqbaal mengerutkan keningnya tampak tidak suka.

"Lo berangkat bareng gue jadi pulangnya juga harus sama gue. Kalo kerjaan lo belum selesai bakal gue tungguin. Sampe tengah malam juga ayo! Gue nggak lagi buru-buru pulang ini." Tegas Iqbaal sambil melipat lengannya di depan dada.

(Namakamu) menghela napas mulai jengkel. "Gue ada acara baal. Lagian lo nggak perlu merasa ada keharusan untuk mengantar jemput gue atau memastikan gue selamat. Karena gue udah pernah melakukannya sendiri berkali kali seumur hidup gue." Setelah mengucapkan kalimatnya dengan nada sedatar mungkin, perempuan itu meraih tasnya dan melangkah mendahului Iqbaal.

"Bukannya gue merasa ada keharusan untuk mengantar jemput lo tapi karena gue udah janji sama nyokap lo, untuk memastikan anaknya baik-baik aja!" Iqbaal mengekor di belakang (namakamu).

"Nggak perlu. Lo cuma buang buang waktu dengan ngelakuin hal itu. Lo capek kan? Mending lo pulang aja sana,"

"Sepenting apa sih acara lo? Gue boleh ikut nggak?"

"Astaga! Lo tuh ngeyel banget sih!" (Namakamu) berhenti melangkah untuk kembali menatap Iqbaal dengan kedua mata yang menyipit menahan kekesalan.

Iqbaal berdiri di sana. Tetap tegak dan sama sekali tidak terlihat gentar dengan tatapan mematikan (namakamu). Perempuan itu menghela napasnya lagi. "Lo mau tau acara gue? Acara gue sangat sangat penting dan Lo nggak bisa ikut. Titik."

"Tap---"

Tinn..tinn..

Suara klakson mobil menyela kalimat Iqbaal. Keduanya menoleh. (Namakamu) buru buru menghampiri mobil Steffy dan masuk ke dalam. Menghilang dari pandangan Iqbaal yang masih membatu di tempatnya berdiri.

Setelah kepergian kedua perempuan itu Iqbaal melanjutkan kalimat yang ia ingin ucapkan tadi sambil menyeringai. "Tapi gue tetep bakal ikut biarpun lo melarangnya (namakamu), dasar perempuan bodoh!"

*

After Marriage Where stories live. Discover now