Part 8

1K 114 0
                                    

Iqbaal sedang berdiri di depan lobi dan sesekali membalas sapaan karyawati yang menyapanya dengan senyuman. Iqbaal baru saja melirik jam tangannya dan mendapati sudah hampir pukul lima lewat dua puluh menit tapi perempuan yang di tunggunya tak kunjung datang.

Iqbaal mulai kesal. Sejujurnya ia selalu kesal jika harus di suruh menunggu. Jika saja ia tidak ingat pada jamuan makan malam sialan yang di adakan kedua orangtuanya dan orang tua (namakamu), sudah pasti Iqbaal akan langsung pergi.

Iqbaal bahkan menolak ajakan Bastian bermain futsal. Meski Bastian sempat memaksanya dan Iqbaal sempat berubah pikiran juga.

"Lo yakin nggak mau ikut? Lo tau kan di sampingnya lapangan ada caffe yang tempat biasa kita nongkrong?"

Kening Iqbaal berkerut. "Emang kenapa?"

Bastian menyeringai lebar. "Yang jaga caffe baru bro! Cewek! Cakep! Baheno---"

"Hhhh bas," Iqbaal mendesah pendek. Ia menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu dengan tampang wajah prihatin. "Kurang-kurangin deh lo nonton begituan, nggak baik, jadi gini kan akibatnya? Nge halu terooosss!"

"Sialan." Bastian mengumpat. "Jadi ikut nggak lo?"

"Nggak. Gue masih ada tugas mulia habis ini,"

"Apaan sih?"

"Tugas mulia yang akan mengantarkan nyawa gue ke pintu surga. Semoga. Amin."

"Mabok lo ya?!" Bastian hanya menatap Iqbaal sesaat sebelum kemudian meninggalkannya begitu saja. Ia takut tertular virus gobloknya Iqbaal.

Perempuan itu akhirnya muncul. Iqbaal langsung menegakkan tubuhnya yang sejak tadi bersandar di tembok. Dua detik kemudian kedua alis laki-laki bertaut ketika ia menyadari adanya seseorang yang berjalan di samping (namakamu). Pak Al sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang cukup seru dengan (namakamu) hingga membuat perempuan itu sesekali tersenyum, bahkan tertawa.

Tchh. Kemarin aja dia cemberut mulu sekarang senyum-senyum lebar! Iqbaal mengumpat dalam hati. Kekesalannya seolah makin memuncak dan mendorongnya untuk melakukan gerakan implusif dengan tiba-tiba menyambar lengan (namakamu) dan langsung menggeret perempuan itu menjauh dari atasannya.

"Eh, eh," langkah kaki (namakamu) terayun serampangan karena tiba-tiba di tarik. Nyaris saja perempuan itu kehilangan keseimbangannya jika saja tangan yang menariknya itu tidak menahannya. (Namakamu) segera menoleh dan menemukan Iqbaal.

"Ngapain sih lo?!" Senyum yang tadi terukir di wajah (namakamu) berganti jadi tatapan mengerikan penuh kebencian begitu ia sadar siapa yang menariknya. Ternyata Iqbaal si manusia idiot.

"Lo pulang sama gue," kata Iqbaal cuek tanpa perlu merasa dirinya harus menyapa pak Al yang masih berdiri di belakang (namakamu). Tuh orang kenapa nggak cabut aja sih?!

"Ngapain gue harus pulang sama lo..." Suara (namakamu) yang meninggi perlahan berubah rendah saat ia sadar tatapan tajam Iqbaal yang mengarah ke arahnya. Bukan tanpa sebab laki-laki itu menatapnya tajam. Lagi-lagi (namakamu) lupa pada acara mulia yang sedang menunggunya.

"(Namakamu), kamu masih ada acara?" Tanya pak Al menyela pembicaraan kedua orang itu.

(Namakamu) mengangguk ragu tapi belum sempat bersuara karena Iqbaal sudah menyela. "Iya pak. Acaranya sama saya, kenapa?" Pertanyaan yang diiringi dengan nada menantang khas anak SMA baru puber yang membantah gurunya saat dirinya di tegur karena terlambat. Begitu lah Iqbaal. Tolol.

(Namakamu) tidak membiarkan pak Al menjawab perawatan Iqbaal. Perempuan itu segera berpamitan dengan kesopanan layaknya karyawati yang di taksir atasannya. "Saya duluan pak Al, permisi," (namakamu) melangkah pergi.

After Marriage Where stories live. Discover now