Part 32

1.1K 154 11
                                    

Pukul lima sore ini Iqbaal dengan penuh semangat membereskan barang-barang yang ada di mejanya. Begitu selesai ia langsung menyandang tas nya dan melenggangkan kaki pergi dari ruangan tanpa menyadari tatapan dari seorang perempuan yang kini berstatus sebagai kekasihnya, Bella.

Baru saja Bella mau memanggil laki-laki itu, Iqbaal sudah lebih dulu menghilang dari balik pintu.

Tujuan Iqbaal saat ini adalah tentu saja ke bagian kreatif, dimana ia bisa menemukan kembali perempuan yang beberapa hari ini 'menjauh' darinya, perempuan yang amat ingin Iqbaal ajak untuk pulang ke rumah bersama barang kali jika perempuan itu mau Iqbaal juga ingin mengajaknya pergi makan malam.

Sesampainya di sana Iqbaal mendapati (namakamu) tidak sendiri di mejanya, ada Steffy yang berdiri di depannya siap menghalangi Iqbaal untuk mendekati (namakamu). "(Namakamu) pulang sama gue."

Kening Iqbaal berkerut. Apa lagi ini? (Namakamu) tidak akan pulang lagi hari ini? Bukannya mereka sudah berbaikan kemarin?

Mendengar suara Steffy, (namakamu) mengangkat wajah. Pandangannya langsung tertuju pada laki-laki yang berdiri di depan Steffy. "Baal," perempuan itu buru-buru memasukkan catatan terakhirnya ke dalam tas dan segera menghampiri Iqbaal.

"Lo pulang aja dulu, lo harus nganterin Bella kan? Gue mau pergi sama Steffy, duluan ya," baru dua langkah menjauh dari kubikelnya, salah satu dari dua tangan (namakamu) di tahan oleh Iqbaal.

Perempuan itu berbalik dan menatap Iqbaal dengan bingung. "Lo pulang kan nanti?"

Tercipta jeda yang cukup lama. (Namakamu) mematung bukan karena genggaman tangan Iqbaal di lengannya melainkan karena pertanyaan yang meluncur dari bibir laki-laki di depannya. Iqbaal tidak ragu menanyakannya meski mereka sedang berada di dalam ruangan, masih banyak karyawan-karyawan lain yang belum pulang dan barang kali sudah mendengarnya.

"Iya." Jawab (namakamu) akhirnya.

Ada sebuah kelegaan yang terpancar redup dari kedua mata Iqbaal namun di tangkap dengan jelas oleh (namakamu). Tiba-tiba perempuan itu merasa aneh, mengapa ia... Senang? Dan mengapa Iqbaal harus merasa lega? (Namakamu) menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan senyum yang terancam merekah. "Lo mau kemana? Jangan pulang malem-malem, jangan lupa telfon gue,"

Kini (namakamu) semakin tidak dapat menahan senyumnya. Iqbaal menatapnya dalam dan serius namun hal itu justru membuat (namakamu) ingin tersenyum seperti orang bodoh. Kalau saja Steffy tidak segera melepaskan genggaman tangan Iqbaal dari lengannya, mungkin saja (namakamu) akan mempermalukan dirinya di depan Iqbaal. "Bawel banget sih? Udah kayak suaminya beneran aja lo," gerutu Steffy dengan volume suara yang hanya dapat di dengar oleh mereka bertiga.

Iqbaal ikut menahan senyumnya saat membiarkan kedua perempuan itu berlalu meninggalkannya.

*

"Lo mau pake gaun ini nggak?" Steffy mengambil dress putih dengan ruffle bertingkat dari deretan baju di depannya. Belum juga (namakamu) membuka suara, Steffy sudah kembali menyela. "Eh jangan nyet, terlalu simpel."

(Namakamu) memutar mata ke atas. Terhitung sudah lima kali Steffy melakukan hal bodoh seperti itu, mengambil baju dari gantungan menunjukkan padanya menanyakan apakah dirinya mau memakainya tapi tak sampai dua detik Steffy sudah mengembalikan baju itu kembali ke tempatnya bahkan menjejalkannya dengan asal. Alasannya selalu saja sama, terlalu sederhana.

"Steff, emangnya kita mau rapat di istana presiden? Lo mau gue pake baju yang gimana sih?" (Namakamu) mulai lelah padahal dia hanya duduk di sofa tunggu membiarkan Steffy berkeliling seorang mengitari toko baju ketiga yang mereka kunjungi sore ini.

After Marriage Where stories live. Discover now