Part 24

1K 143 15
                                    

(Namakamu) menggigit sendok makannya dan melirik ke arah Iqbaal. Di depannya laki-laki itu makan dengan tenang, sejak selesai memasak sampai mereka duduk berhadapan di depan meja makan, Iqbaal belum mengeluarkan suara apapun sedangkan (namakamu) gatal ingin bersuara.

"Gimana kencan lo sama Bella? Lancar?" Tanya (namakamu) dengan di bumbui sedikit rasa penasaran.

"Ngapain nanya-nanya?"

"Ya biar gue bisa mulai mempertimbangkan dari sekarang mau sampai kapan kita pura-pura menikah, nggak mungkin kan kita pura-pura menjalani pernikahan sialan ini terus-terusan? Emangnya lo nggak mau nikahin Bella?"

Iqbaal setengah membanting sendoknya ke piring membuat (namakamu) terperanjat. Saat laki-laki itu mendongak menatap ke arahnya, (namakamu) langsung menciut di kursinya karena tatapan tajam laki-laki itu. "Elo tuh aneh tau gak?"

"Maksud lo?"

"Lo nyuruh gue kencan sama cewek lain tapi tetep aja lo tangisin,"

Wajah (namakamu) berubah pias. Tenggorokannya langsung terasa seperti di cekik. Untungnya dia tidak sedang mengunyah makanan. "Ta...tau darimana?"

"Mata lo bengkak," Iqbaal tersenyum miring. 

(Namakamu) menelan ludah. Sialan.. harusnya gue kompres mata gue dulu tadi. "Jangan sok tau deh lo kalopun gue nangis juga nggak ada hubungannya sama lo dan Bella, tetep aja kalo lo mau nikahin Bella lo tinggal bilang, gue nggak keberatan,"

Dan perempuan itu masih saja melanjutkan ocehannya membuat kuping Iqbaal panas. Tidak ada perempuan waras manapun yang menyuruh suaminya menikah dengan perempuan lain, kecuali (namakamu)--dia perempuan paling gila yang Iqbaal kenal. "Gampang nanti gue kasih tau lo!" Sahut laki-laki itu akhirnya. Kepalang basah.

"Okeh! Lo kasih tau gue secepatnya biar gue yang ngurus surat cerei!" Balas (namakamu) tak kalah tandas.

*

Drrt' drrt'

Langkah kaki Steffy yang terayun cepat memasuki gedung tempatnya berkerja seketika terhenti begitu ia merasakan getaran singkat dari ponsel yang ada di genggamannya.

Perempuan itu menunduk membaca beberapa pesan singkat yang baru masuk kemudian mengerutkan kening. Steffy tampak berfikir sebentar sebelum kemudian membalikkan badannya kembali melangkahkan kaki namun bukan memasuki area gedung. Ia justru melangkah keluar.

Hampir sepuluh menit Steffy berdiri di depan lobi menatapi satu persatu karyawan yang baru datang sambil sesekali tersenyum membalas sapaan. Kakinya yang mulai terasa pegal membuatnya hampir saja menyerah untuk menunggu (namakamu) datang namun untungnya perempuan itu sudah lebih muncul sebelum Steffy membalikkan badannya.

"(Namakamu).." suara Steffy menghilang begitu ia menyadari seseorang yang berjalan di belakang (namakamu). Matanya membulat kebingungan.

"Steffyyy!!" (Namakamu) menjerit dan berlari kecil menghampirinya. Seolah tak menghiraukan wajah bingung sahabatnya, perempuan itu berhambur mendekap Steffy erat-erat sementara yang di dekap masih melongo.

"Bocah banget sih," gumam seseorang yang tadi berjalan di belakang (namakamu) seraya menarik rambut perempuan itu.

"Apaan sih lo!" (Namakamu) menepis tangan Iqbaal. Laki-laki itu jelas hanya basa basi karena setelah menarik rambut (namakamu), ia langsung melengos pergi. Pertengkaran kecil yang baru saja terjadi di depan matanya sudah tidak asing lagi bagi Steffy hanya saja ia merasa ada yang sedikit tak biasa.

"Nanti ada rapat ya? Hufft, pasti deh habis ini kita bakal kerja rodi," gumam (namakamu) saat mereka sudah kembali melangkah.

Steffy tidak langsung menjawab. Wajahnya masih tampak di liputi kebingungan, tanpa sadar otaknya perlahan-lahan merangkai satu persatu potongan kejadian yang kerap kali membuatnya bertanya-tanya antara Iqbaal dan (namakamu).

After Marriage Where stories live. Discover now