BLS - 45

24.6K 2.1K 362
                                    

Manggala turun dari mobil, berlari kecil memutari setengah body mobil, membukakan pintu, mengulurkan tangannya membantu Keisha turun.

Keisha mengucapkan terima kasih saat ia sudah berdiri sejajar dengan Manggala. Laki-laki itu tersenyum ramah dan mengangguk.

Keduanya beriringan masuk ke dalam sebuah rumah besar yang terletak di sebuah kawasan elite. Rumah itu dibeli oleh Manggala dan disulap menjadi studio foto.

"Sebentar ya Kei," Manggala mengambil kamera miliknya dari sebuah lemari kaca dan mengutak-atiknya sebentar.

Keisha mengamati sambil tersenyum kagum. Setelah beberapa kali bertemu  Keisha tidak tau, apakah itu sebuah kebetulan atau memang disengaja  hubungan mereka semakin akrab. Manggala seorang yang ramah dan mudah bergaul membuat Keisha merasa senang bila berbincang dengannya. Bahkan saling meledek sudah menjadi hal biasa bagi keduanya.

"Orang-orang pada kemana?" tanya Keisha mengalihkan pandangannya pada suasana studio yang sepi. Ia memang pernah satu kali diajak Manggala ke studio ini.

"Oh, ada event di Surabaya. Sebagian besar ke sana. Sebagian lagi ke Four Seasons. Ada job. Itu loh, anak pejabat yang menikah dengan artis yang lagi naik daun," jelas Manggala menoleh sebentar pada Keisha dan kembali fokus pada kamera DSLR di tangannya.

"Ooo... semua?"

"Nggak lah. Ada kok. Di dalam paling," kata Manggala tersenyum lalu melangkah dan duduk di sebelah Keisha.

Keisha mengangguk. Ia kembali melihat ke sekeliling ruangan. Ada beberapa foto artis yang dipasang di dinding. Semuanya hasil jepretan Manggala dan tidak ada satupun yang jelek.

"Jadi obyek fotoku, mau?" Manggala mengalihkan fokusnya dari kamera pada gadis yang duduk di sampingnya.

Keisha menoleh dengan mata membulat.

"Aku?" tanyanya tidak percaya.

Manggala mengangguk mantap.

Keisha menggeleng cepat dengan wajah menunjukkan kengerian.

"Kenapa?" alis Manggala bertaut.

"Aku tidak pantas. Jelek," sahut Keisha buru-buru.

"Siapa bilang?" Manggala mengerutkan dahi. Ia meletakkan kameranya dan meraih pergelangan tangan Keisha, menariknya berdiri dan membawanya ke hadapan sebuah cermin besar yang berasa di sudut. Manggala berdiri di belakang tubuh Keisha sambil memegang kedua bahu gadis itu.

Keisha menatap pantulan dirinya dan Manggala dari cermin besar itu.

"Lihat, kamu cantik. Aku yakin, berpose apapun, dari sudut manapun, kamu akan selalu terlihat cantik," ujar Manggala ikut menatap Keisha dari pantulan cermin.

Keisha terlihat ragu. Manggala kembali menariknya. Kali ini ia membawa Keisha ke sebuah layar berwarna putih dengan dua payung reflektor di depannya. Ia lalu dengan cepat mengambil kamera yang tadi ia letakkan di dekat sofa.

"Coba kita lihat hasilnya," Manggala mulai membidikkan kameranya pada Keisha.

Keisha berdiri kaku dan salah tingkah.

"Santai saja Kei. Anggap kamu hanya sendiri dan mencoba berimajinasi menjadi seorang model," kata Manggala lagi. Ia maklum, Keisha masih canggung. Tapi ia yakin bahwa jika Keisha mau, gadis itu akan menjadi artis dengan mudah. Apalagi Manggala punya banyak kenalan produser dan sutradara, tentu tidak sulit mengorbitkan Keisha.

Manggala mulai mengambil foto. Keisha masih ragu-ragu, lalu lambat laun ia mulai bergerak dengan lebih luwes. Keisha sudah mulai santai, apalagi Manggala terus mengajaknya bercanda hingga segala ekspresi yang ia punyai dapat terekam dengan baik di kamera laki-laki itu.

Billionaires Love StoryWhere stories live. Discover now