BLS - 33

27.8K 3.8K 289
                                    

Sore ini Tera dan Mahaska sedang duduk mengantri di sebuah klinik bersalin. Mereka berencana akan memeriksakan kandungan Tera lalu dilanjutkan dengan makan malam.

"Mahaska," panggil Tera.

Mahaska mengalihkan pandangannya yang semula ke smartphone pada wanita di dekatnya.

"Ya?"

"Uhm... nanti kita akan makan di mana?" tanya Tera pelan.

"Kenapa? Kau menginginkan sesuatu?"

Tera mengangguk ragu.

Mahaska sedikit memutar tubuhnya dan membuatnya fokus sepenuhnya pada Tera.

"Kau mau makan apa?"

"Uhm.. aku ingin makan sate yang di dekat club," sebenarnya Tera hanya ingin melihat Mahasta. Entahlah, ada dorongan yang begitu kuat untuk melihat laki-laki yang merupakan ayah bayi dalam kandungannya. Ada kerinduan yang begitu menyesakkan.

Mahaska tersenyum menepuk bahu Tera.

"Aku tau. Tapi tidak dengan sate. Kita makan di club saja ya?"

Mata Tera melebar. Kenapa Mahaska bisa tau apa maksudnya yang sesungguhnya? Pipi Tera bersemu. Ia tidak menyangka Mahaska mengerti apa yang dimauinya. Tera sendiri bingung dengan keinginan itu. Padahal jika Mahasta berada di dekatnya, ia harus menahan mual.

"Bagaimana? Kau mau?"

Tera mengangkat wajahnya, lalu malu-malu ia mengangguk.

Mahaska tertawa, mengacak rambut Tera.

"Huuu.... bilang saja kau merindukan saudaraku," godanya mencubit hidung Tera hingga wanita itu merengut dan memukul pelan bahu Mahaska dengan wajah merona.

"Bukan aku. Tapi bayiku," rungut Tera mengusap ringan perutya yang masih belum nampak membuncit.

"Ya ya ya... keponakanku yang menginginkan bertemu ayahnya. Tapi akui saja, sebenarnya keinginanmu pasti lebih banyak prosentasenya kan?" tawa Mahaska menggelegar, membuat beberapa pasien menoleh padanya.

"Mahaska, malu!" desis Tera mencubit pinggang Mahaska.

Mahaska mengaduh lalu terkikik, tapi ia mengecilkan volume-nya.

"Seharusnya Mahasta yang mendapat cubitan mautmu ini. Biar dia merasakan keganasan bumil yang ngidam pengen ketemu bapak anaknya," seloroh Mahaska membuat wajah Tera makin merah padam.

"Sssttt.... diamlah, Mahaska! Kau jadi cerewet sekarang!" sungut Tera mengerucutkan bibir.

Mahaska baru akan membalas ucapan Tera ketika giliran mereka dipanggil masuk.

.

.

🍁🍁🍁

.

.

Mahasta menggerakkan badannya, menggeliat. Banyak laporan yang harus ia periksa karena seringnya ia menunda pekerjaan. Tentu saja pekerjaannya banyak yang terbengkalai karena ia sibuk memata-matai Tera dan Mahaska. Ia tidak rela Mahaska menjadi ayah dari bayinya dan menjadi suami dari Tera meskipun Mahaska adalah saudara kembarannya. Ia menginginkan Tera meskipun pada awalnya ia hanya sekedar bersenang-senang. Lagipula, siapa yang menolak disodori kenikmatan? Tidak ada seekor kucing yang menolak diberi ikan asin.

Mahasta memijit pelipisnya. Seharian ini ia tidak melihat Tera karena kesibukannya yang memaksanya fokus jika tidak ingin usaha yang dirintisnya ini hancur begitu saja. Tanpa sadar, Mahasta meraba dadanya. Degupnya terasa begitu keras. Ia merindukan wajah polos Tera. Entah sejak kapan ia mempunyai rasa yang dulu mati-matian disangkalnya.

Billionaires Love StoryWhere stories live. Discover now