BLS - 44

18.5K 2.5K 182
                                    

Kumara menghela nafas. Sepertinya membuat Binar menjauh darinya itu sulit. Setelah semalam ia berhasil membujuk gadis itu pulang dengan seribu satu macam rayuan pulau kelapa, pagi ini ia sudah mendapati gadis itu masuk ke ruangannya ketika Mira, perawat yang membantunya di poliklinik hari ini memanggil nomor antrian delapan.

"Kamu sakit?" tanya Kumara mengerutkan kening.

Binar mengangguk.

"Apanya yang terasa sakit?" tanya Kumara lagi. Gadis itu tidak tampak pucat atau menahan sakit sama sekali.

"Ini," Binar meletakkan telapak tangan ke dadanya.

"Dada kamu sakit?"

"Sakit malarindu sepertinya, Dokter Mara," jawab Binar tersenyum lebar.

"Ck! Tau gak kalau kamu seperti ini berarti mengganggu pekerjaanku? Pasien di luar masih banyak. Kamu jangan seperti ini, Binar," decak Kumara. Ia takjub dengan polah tingkah dan akal Binar yang selalu aneh.

"Aku beneran sakit malarindu loh Dok. Gak bohong," cengir Binar mengangkat dua jarinya.

"Jangan bercanda terus. Kalau tidak sakit, sekarang kamu keluar, biar aku menyelesaikan pekerjaanku dulu," bujuk Kumara perlahan dan hati-hati.

"Tapi janji, nanti malam kita dinner berdua."

Kumara memandang Binar sejenak, menghela nafas dalam lalu mengangguk.

"Baiklah. Sekarang kamu pulang ya. Biar aku menyelesaikan pekerjaanku."

Senyum Binar merekah. Ia mengangguk lalu berdiri. Refleks Kumara ikut berdiri. Dan tiba-tiba Binar menghambur memeluk Kumara, mencecahkan kecupan di pipi laki-laki itu  dengan cepat, sebelum kemudian berbalik dan keluar dari ruangan dengan wajah berseri.

Kumara mematung meraba pipinya. Kecupan Binar membuat dadanya berdesir. Ia sama sekali tidak menyangka Binar akan mengecup pipinya. Gadis itu begitu agresif.

"Itu pacarnya ya Dok?"

Celetukan suster Mira menyadarkan Kumara dari ketertegunannya. Ia merutuk dalam hati, bisa-bisanya ia bereaksi seperti itu. Bukankah ia tau bahwa Binar sudah sangat berpengalaman? Dan bukan tidak mungkin jika gadis itu sudah melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman mengingat berapa banyak mantan-mantannya.

Kumara mengusap wajahnya tanpa berniat menjawab pertanyaan suster Mira.

"Tolong pasien selanjutnya, suster Mira," Kumara berkata sambil kembali duduk, berusaha fokus setelah menggelengkan kepala beberapa kali, menepis perasaan aneh dalam hatinya.

.

🍁🍁🍁

.

Kumara duduk dengan punggung tegak. Ini pertama kalinya ia dinner di sebuah resto bersama seorang gadis dengan pakaian formal. Di hadapannya Binar tampil beda dengan mengenakan gaun warna navy yang sangat elegan. Ia sendiri hanya mengenakan kemeja biru muda berlengan panjang dan celana panjang bahan yang hanya pernah dipakainya sekali, yaitu saat pernikahan kakaknya.

Wajah Binar yang berseri-seri terlihat makin cantik. Gadis itu duduk dengan tenang, terbiasa dengan dinner yang bagi Kumara sangatlah mewah.

Ini merupakan pengalaman pertama bagi Kumara. Berkali-kali menelan ludah dengan harga yang tertera di buku menu. Bahkan ia sudah berpikir akan mengeluarkan tabungannya selama lima tahun terakhir untuk membayar makanan yang malam ini ia pesan.

Mereka makan dalam diam. Makanan orang kaya, harga selangit dengan porsi yang tidak membuatnya kenyang sama sekali.

Kumara menyudahi makannya dan menyesap minuman bagiannya. Menunggu Binar menyelesaikan suapan terakhirnya.

Billionaires Love StoryWhere stories live. Discover now