BLS - 14

37.3K 3.6K 218
                                    

Kara sedang memoles wajah cantik Kanya ketika Bayu menghampiri, membawakan dua paper cup berisi kopi.

"Kalian mau kopi?" tanya Bayu mengangkat kedua paper cup di tangannya.

Kara dan Kanya menoleh dan tersenyum. Kara mengangguk sementara Kanya menggeleng.

"No thanks."

"Thanks Bay!"

Ucap Kanya dan Kara hampir bersamaan.

Bayu mengangguk, memberikan salah satu kopi pada Kara, lalu duduk memperhatikan Kara yang dengan cekatan memulaskan kuas lembutnya ke wajah Kanya.

Alodra melirik Kenji yang masih berbincang serius pada fotografer, lalu pandangannya beralih pada Kara yang sejak tadi sibuk.
Alodra mendesah pelan. Kenapa Kanya selalu menyebalkan? Pre-wedding saja maunya di tempat seperti ini. Hutan yang penuh pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Memangnya dia merasa seperti peri hutan? Gerutu Alodra mencibir.

Pandangan Alodra tertumbuk pada tawa Kara saat Bayu melemparkan satu joke lucu. Jantungnya berdebar halus. Wajah ayu Kara tampak bersinar menyilaukan.

Rasa iri menguasai Alodra. Kenapa gadis itu tertawa begitu manis.

"Apa sudah siap?"

Kara mengangguk mengangkat jempolnya saat Yunus, sang asisten fotografer melongokkan kepala menanyakan kesiapan Kanya.

"Bridesmaid dan bestman juga bersiap ya. Jangan lupa, ini tak terakhir sebelum pengeditan, jadi sebisa mungkin kalian fokus," beritahu Yunus lalu diikuti Kanya menuju pada Aditya, sang fotografer yang tengah berbincang dengan Kenji.

Kara sendiri mulai bersiap. Ia me-make up wajahnya dengan cekatan sementara Bayu sudah mulai merapikan diri dan mengenakan pakaian yang disediakan untuknya.

Mata Alodra menyipit tidak suka melihat Kara tersenyum melihat Bayu, mendekat dan memperbaiki letak dasi kupu-kupu Bayu yang sedikit miring.
Bayu terkekeh, mengucapkan terimakasih.

"Duluan saja Bay. Aku menyusul sebentar lagi," Kara mendorong pelan tubuh Bayu keluar. Laki-laki itu mengangguk dan keluar dari tenda. Kini hanya tinggal Alodra dan Kara.

Kara meraih gaun yang disiapkan untuknya, lalu menghilang di balik tirai kain tebal untuk mengganti pakaiannya.

Alodra mengerutkan dahi. Pikirannya melantur dengan lancang, membayangkan apa yang terjadi di balik tirai yang dibuat dadakan sebagai ruang ganti itu.

Lima menit berlalu dan Kara masih belum keluar dari sana.
Dalam lima menit itu pula, Alodra makin gila menahan gairah yang tiba-tiba muncul. Bayangan dirinya melihat dan menyentuh tubuh mungil Kara membuatnya sesak.

Ia berdiri dari duduknya, bersamaan dengan Kara yang keluar dari balik tirai dengan wajah kebingungan. Ia menyapukan pandangan ke sekelilling, dan menemukan sosok Alodra yang juga tengah menatapnya.

Alodra melangkah maju. Matanya tidak melepas pandangan pada Kara.

"Uhm... bisa minta tolong?" tanya Kara melihat Alodra mendekat.

Alodra berdiri dua meter di hadapan Kara dengan kedua tangan terbenam di saku celananya, menanti kelanjutan ucapan Kara. Sebelah alisnya terangkat menunggu.

"Uhm... retsleting gaunku sepertinya macet. Bisa tolong bantu menaikkannya?" wajah Kara memerah. Sebenarnya ia enggan meminta tolong pada Alodra, tapi hanya laki-laki itu yang bisa ia mintai tolong sekarang.

Alodra mengangguk. Kara tersenyum lega dan maju selangkah, kemudian berbalik.

Retsleting itu baru separuh. Alodra menelan ludah. Separuh punggung Kara terpampang di hadapannya. Putih, mulus dan nampak halus.
Alodra mengangkat tangannya, tersentak saat ia meraih kepala retsleting Kara, punggung tangannya menyentuh kulit halus Kara.
Alodra tidak menyangka, sensasinya akan sedahsyat ini.

Billionaires Love StoryWhere stories live. Discover now