BLS - 30

28.1K 3.6K 142
                                    

Tawa Kumara membahana. Di hadapannya Kara tengah merengut dan Alodra tampak menatapnya dengan wajah merah padam.

"Jadi, kapan kau akan melamar kakakku?" tanya Kumara melipat tangannya ke dada, memandang Alodra yang terlihat kikuk dan salah tingkah.

"Kumara hentikan! Kami tidak-"

"Secepatnya!" Alodra memotong sanggahan Kara, membuat gadis itu melotot padanya.

Kumara mengangguk.

"Kuharap kau tidak mempermainkan kakakku," ucap Kumara tegas. Ia satu-satunya laki-laki dalam keluarga mereka sekarang, jadi ia bertanggung jawab melindungi kakak dan adiknya yang keduanya perempuan.

"Tapi-"

"Baiklah Kakakku sayang, aku senang kau sudah mempunyai calon suami. Aku akan memberitahukan kabar baik ini pada Keisha segera. Dia pasti senang mendengarnya," kali ini Kumara memotong ucapan Kara yang hendak memprotes dengan memeluknya.

Kara mendengus kesal ketika Kumara mengurai pelukannya, menepuk bahunya sambil tersenyum dan pamit kembali ke klinik tempatnya bekerja sambil melambaikan tangannya. Ia merasa Kumara seperti bersekongkol dengan Alodra.

Kara bersedekap, memutar tubuhnya menghadap Alodra yang masih melihat punggung Kumara yang semakin menjauh.

"Apa maksudmu hah?" hardik Kara dingin.

Alodra menoleh, mendapati wajah galak Kara.

"Hmm?"

"Jangan pura-pura bodoh! Kenapa kau melakukan hal bodoh itu? Kita tidak ada hubungan apapun, Alodra!" geram Kara kesal.

"Kau masih juga menyangkal? Mau bukti lagi? Aku akan dengan senang hati menunjukkan padamu buktinya," sahut Alodra tersenyum miring.

"Bukti apa?"

"Tentu saja bukti bahwa kita ada hubungan spesial," jawab Alodra membungkukkan tubuh tingginya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Kara.

Wajah Kara merona teringat apa yang dilakukan Alodra padanya saat mereka masih di dalam mobil.

"Hubungan apa? Kau yang memaksa!" kilah Kara melengoskan wajahnya yang makin memerah.

Alodra menyeringai melihat wajah tersipu Kara. Entahlah, hatinya merasa gemas dan menahan keinginan untuk mendekap dan mencium gadis itu lagi.

"Sudah sana pulang! Kenapa masih di sini?" usir Kara galak, wajahnya masih merona melihat Alodra hanya senyum-senyum memandangnya.

"Galak banget? Awas saja kalau kau benar-benar sudah menjadi istriku," kata Alodra mencubit pipi Kara, membuat gadis itu berteriak protes sebelum ia berjalan kembali ke mobilnya.

.

.

🍁🍁🍁

.

.

Kara menutup pintu kamar kos-nya dan bersandar di baliknya. Kedua tangannya menangkup kedua pipinya yang terasa panas. Otaknya bekerja keras menduga-duga. Apa yang terjadi dengan Alodra? Kenapa laki-laki itu membawanya dalam sandiwara yang kemudian membuatnya terjebak dalam lingkaran labirin tanpa jalan keluar? Belum lagi tingkah laku Alodra di depan Kumara yang seolah-olah posesif padanya.

"Astaga astaga! Kenapa aku jadi berdebar-debar begini?" gumam Kara menekan dadanya. Wajahnya kembali memerah saat mengingat ciuman Alodra. Ia meraba bibirnya sendiri, lalu menepuk-nepuk pipinya yang terasa panas.

Denting ponselnya memberitahukan bahwa ada pesan untuknya.

'Kei turut senang mendengar berita dari Kak Mara. Kak Kara sudah waktunya memikirkan diri Kakak sendiri. Sudah cukup Kakak selama ini berjuang demi kami. Kei sayang Kakak. Kei harap, Kakak segera menemukan kebahagiaan Kakak.'

Billionaires Love StoryWhere stories live. Discover now