CHAPTER 5

4.1K 320 281
                                    

RAIN

"Hujan akan selalu menjadi pengingat bahwa kita pernah sedekat nadi."

✈✈✈

Jum'at, cuaca hujan ringan.

Pedagang kaki lima itu terlihat sangat sibuk menutupi barang dagangannya dengan terpal plastik agar tak diguyuri hujan.

Tak perduli pada dirinya sendiri. Asalkan barang dagangannya tidak tersentuh air hujan, itu sudah lebih dari cukup. Andin mengamati pedagang itu dari balik jendela mobil sedan tua yang berhenti sejenak di persimpangan lampu merah.

"Din, kamu lihat apa?" Syafril berpaling padanya.

Andin menunjuk seseorang berbaju lusuh di luar sana. Lelaki itu tampak sibuk dengan kegiatannya. Syafril mengikuti jari telunjuk Andin dan melihat seorang pedagang kaki lima yang diperkirakan berumur sama dengannya.

Syafril menatapnya teduh. "Itu temen SMA Ayah."

"Hah?" Andin terpelongo. Dia begitu terkejut mengetahui faktanya.

"Namanya Edi. Dia...."

Beberapa mobil di belakang memberi klakson panjang. Memberitahu lampu telah berganti hijau. Mau tak mau Syafril terpaksa menghentikan ceritanya. Segera Syafril menginjak pedal gas dan melajukan mobil kesayangannya menuju SMA Bakti Nusa.

Andin masih menatap seseorang berkulit gelap itu. Dia tengah berteduh di bawah rindangan pohon tanjung. Tangan lelaki itu melipat dan saling memeluk erat. Tubuhnya bergetar dengan gigi gemertak. Dia menggigil kedinginan.

✈✈✈

Hujan berangsur mereda di sekitar sekolah. Sedikitnya para siswa yang tidak memakai payung--hanya menutupi atas kepala dengan ransel atau dengan telapak tangan--berlari kecil menuju gerbang sekolah. Sementara mereka yang memakai payung atau jas hujan cukup berjalan santai.

Andin mengedarkan pandangnya ke bangku belakang. Mencari suatu benda yang dia butuhkan saat ini, payung. Wajahnya tampak kusut karena tak menemukan benda tersebut.

Syafril membantu mencari benda itu. Mungkin saja Andin lupa membawa atau salah menempatkan.

"Payungnya nggak ketemu," terangnya, "Ayah juga lupa bawa jas hujan."

Kembali Andin memperhatikan keadaan di luar. Air yang dihasilkan dari proses kondensasi kini berdiameter kecil. "Nggak perlu payung, Yah. Udah reda, kok."

Syafril berpaling sejenak. "Masih rintik."

"Gapapa, Yah. Nanti Andin...."

"Nggak boleh!" cela Syafril, "gimana kalo kamu sakit? Terus yang disalahin Ibu nanti siapa? Ayah."

Andin terkekeh. "Rintik gini nggak bisa buat Andin demam," lagaknya.

"Pokoknya kalau nanti kamu demam jangan salahin Ayah," terang Syafril.

"Iya, Yah." Andin mengangguk paham. "Andin sekolah dulu," pamitnya mengecup tangan Syafril.

"Hati-hati jalannya," pesan Syafril.

"Iya," pungkasnya. Lalu Andin keluar dari mobil dan berlari kecil menuju gerbang sekolah.

10 Years Ago ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum