CHAPTER 57

73 5 0
                                    

CONSCIENCE

“Bukan kamu yang sulit melupa, tapi lubuk hatimu yang belum siap menghapusnya.”

✈✈✈

Baskara mempresentasi cendayan kala mengiringi datum. Sejumlah insan tengah beraktivitas di bawah inspeksinya. Mereka berhimpun membentuk barisan panjang, mengikuti aturan juga akidah.

Masa itu daun telinga menjerat gelombang bunyi dari sekotah zona. Bunyi yang berpunca dari siulan burung-burung pingai bertengger di cabang-cabang pohon. Siulan itu bersahutan dari satu pohon ke pohon lain.

Netra sama menitik fokus ke depan. Sebagian menghayati berlangsungnya kegiatan upacara, dan sebagian pula menitik fokus ke sejumlah piala yang terpancang di atas meja. Piala itu merupakan hasil prestasi peserta didik Bakti Nusa.

Semua titik perhatian insan menuju pada sesosok wanita yang berdasar di belakang mimbar. Wanita itu biasa berada di sana tatkala mengumumkan sesuatu mengenai anak didiknya.

Dia memanggil satu per satu nama peserta didik yang berhasil meraih medali Olimpiade yang telah diselenggarakan kemarin lalu. Peserta didik yang dipanggil akan maju ke depan dan membentuk barisan saf.

"Selamat untuk Arya Juliandara dari kelas IPA-4 meraih medali emas dalam Olimpiade Fisika."

Pengumuman itu membuahkan tepukan meriah dari sejumlah insan. Tak lupa pula ujaran selamat disampaikan untuknya. Pemilik nama itu menunjukkan senyum sumringah kala menjadi pusat perhatian. Dengan penuh rasa percaya diri dia menjejakkan kaki jenjangnya menuju barisan depan itu.

Seorang siswi yang berjejak di barisan pertama meliriknya samar. Bibir mungilnya tertutup rapat. Dia tak mengucapkan selamat seperti insan lain. Membisu dan termangu di tempatnya. Sementara netra masih mengikuti kemana pun dia bertolak.

"Selamat untuk tim basket sekolah SMABASA yang berhasil meraih juara pertama dalam perlombaan basket SMA se-Jakarta."

Pengumuman kali ini disambut sangat meriah dari sejumlah insan. Dari barisan kelas pertama sampai barisan kelas terakhir menyerukan suara. Mereka berseru ucapan selamat juga tepuk tangan meriah.

Seorang siswa berpostur tubuh semampai keluar dari barisan kelas IPA-1. Barangkali dialah yang mewakili tim untuk menerima hadiahnya. Setiap langkahnya diiringi tepukan tangan dan teriakan antusias dari beberapa insan, terutama dari anggota tim itu sendiri.

Namun sebelum sampai ke sana dia sempat berbalik badan sekejap masa. Jemarinya bertemu membentuk tanda cinta yang diperuntukkan seseorang. Ah, tak perlu menebak lagi pun semua insan sudah tahu untuk siapa tanda itu.

Sosok siswi bersurai panjang itu terlihat menyembunyikan wajahnya di balik topi sekolah yang dia pakai. Kepala siswi itu merunduk sehingga tak menampakkan wajah berserinya.

"Din, lihat kelakuan pacar lo tuh," seru Meysa menyinggung sikunya.

Bibir siswi itu mengulum sejenak, membasahi bagian kering dengan cairan saliva. Tanpa dibilang pun dia telah mengetahuinya. Hanya saja dia tengah berpura-pura.

Usai mematri impresi dalam alat potret juga penyerahan medali kepada pihak sekolah, satu per satu peraih medali itu kembali ke barisan semula. Namun untuk tim basket sekolah masih menetap di sana. Mereka tengah menyusun formasi sebelum melakukan pemotretan bersama piala bertingkat tiga.

Sepertinya sudah menjadi hal lumrah bila penghargaan peserta didik disumbangkan ke sekolah. Akan tetapi mereka yang berhasil mengharumkan nama sekolah tentu akan dibanggakan juga dikenal sebagai siswa nan cerdas, baik bagian akademik maupun non-akademik.

10 Years Ago ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang