CHAPTER 54

70 7 0
                                    

MISERY

“Terkadang mengikhlaskan seseorang juga sebagai bukti bahwa kamu sangat mencintainya. Biarkan dia bahagia, dia pantas untuk mendapatkannya meski tidak denganmu.”

✈✈✈

Netra menemukan sesosok siswi bertumpu di ambang pintu. Siswi itu melayangkan pandang menujunya seraya melambai. "Andin," seru siswi itu menghampirinya.

Ah, sudah lama sekali dia tak mendengar vokal itu. Rasanya begitu asing dalam memori. Paras wajah pun sedikit sulit untuk diverifikasi. Selama itukah mereka tak bersua?

Sosok yang duduk di samping Andin melempar tatapan sinis padanya. "Giliran ada maunya dateng ke sini," cetusnya.

Lantas siswi itu melipat kedua tangannya. Raut wajahnya tampak begitu masam. "Jaga mulut lo, ya. Gue bukan temen kek gitu."

"Terus kenapa lo baru nimbrung sekarang?"

"Gue demam sampai tiga hari nggak masuk sekolah."

"Bohong."

"Nih, kalau lo nggak percaya." Putri spontan menarik tangannya dan menempatkan di kening. "Sekarang aja gue masih demam."

"Jadi apa tujuan lo dateng ke sini?"

Sepasang tangan mungilnya meluas hingga tubuh Meysa masuk dalam dekapan. Dia memeluk siswi itu dengan antusias. "Gue kangen sama kalian."

Raut wajahnya tak dapat berbohong bila dia merasa risih. "Lepas, ih."

Melihat itu Andin hanya menggeleng kepala. Dia tidak berbicara bahkan berceletuk. Perhatian itu teralih pada sebentuk buku dengan pena di genggaman.

"Eh, lihat tuh ketua kelas kita gandeng siapa," celetuk Asep berada di ambang pintu kelas. Netra memandang takjub entitas di luar sana.

"Apa sih, Sep?" tanya Bubu penasaran. Segera dia memarani cowok bertopi sekolah itu.

"Duileh, gila nih Arya udah berani gandeng anak guru," sambungnya.

Segelintir insan menoleh serentak ke punca suara. Barangkali mereka penasaran dengan apa yang tengah diperbincangkan.

Meysa, Putri, dan sejumlah insan lain bergegas menuju punca. "Kalian ngomongin apa, sih?"

"Tuh, lihat di lapangan."

Pusat netra tertuju pada sepasang insan mengegah di tengah lapangan. Sosok puan memelawa lengan berserat pasangannya. Pandangan itu lantas mengundang kalimat tanya dalam sukma.

"Sejak kapan Arya pacaran sama Gladis?"

Arya...

Seutas nama itu mengalihkan atensi sang puan. Netra memandang lama sosok pengemuka. Pandangan itu berimbuh mengikuti masa membentuk kabut.

Puan beranjak dari kursinya. Sepasang netra meratapi subjek tak asing melalui reflektor transparan. Lambat laun subjek itu bersisurut menyisih di sudut koridor.

"Eh, kita samperin Arya, yuk." Usulan itu disepakati sejumlah pihak, termasuklah Meysa dan Putri.

Puluhan derap terhantar semasa menuju satu zona. Pada zona itu berpunca sepasang insan. Sang puan menampilkan senyum terbaiknya di datum ini. Senyuman itu begitu luas nan cerah. Ah, tak lupa pula jemarinya menghilir di lengan perkasa itu.

"Gue balik ke kelas, ya," pungkas teruna. Namun kala dia berbalik netra mendapati segelintir insan di hadapannya.

"Kalian pacaran?" tanya Asep memasang raut wajah serius.

10 Years Ago ✓Where stories live. Discover now