CHAPTER 26

1.5K 22 14
                                    

RISE

"Jangan bersedih bila ada yang meninggalkanmu. Biarkan dia pergi. Karena yang pergi dari hidupmu akan diganti Semesta dengan seseorang yang lebih baik. Percayalah."

✈✈✈

Seperti biasanya bel pulang sekolah menjadi hal yang sangat dinanti seluruh peserta didik. Tidak hanya peserta didik saja, para guru yang mengajar di kelas pun menantikan hal itu. Satu per satu peserta didik mulai meninggalkan kelas. Menyisakan jejak tak kasat mata di dalamnya.

Kini tersisa beberapa orang saja di dalam ruangan besar berwarna putih. Dapat terhitung tiga peserta didik dan seorang guru yang masih menduduki tahtanya.

Salah satu dari ketiga orang itu adalah Arya. Sedari kemarin dia pulang terakhir. Sementara waktu dia menggantikan posisi Didit untuk mengunci pintu kelas. Cowok itu berhalangan hadir karena alasan sakit.

Pupilnya menilik seorang wanita di depan sana. Wanita berkaca mata itu sibuk memperhatikan ponselnya. Entah apa yang sedang terjadi sehingga dia tersenyum menatap layar ponsel mini itu.

Tanpa dia duga wanita itu berpaling melihatnya. Manik matanya membulat sempurna mendapati itu. Dia melihat seulas lekukan tipis menyungging di bibirnya. Iya, wanita itu tersenyum.

Arya membalas senyum itu dengan ragu. Dia memperhatikan keadaan di sekitarnya setelah dia tak lagi mendengar bunyi. Benar saja, hanya dia dan wanita itu yang tersisa di sini.

"Mama," panggil seseorang mengenakan bando putih. Dia berjalan menghampiri wanita itu.

"Mama jadi temenin Gladis ke Gramedia, kan?"

Wanita bernama Nislawati itu melirik layar ponselnya. "Bentar lagi Mama ada rapat." Kemudian dia berpaling melirik Arya sedang menyimak percakapannya. "Arya," panggilnya.

Arya membulatkan matanya. Agaknya dia begitu terkejut. Tanpa berpikir panjang lagi dia berjalan mendekati Nislawati. "Ada apa, Bu?"

"Ibu boleh minta tolong sama kamu?"

"Boleh, Bu."

"Tolong kamu temenin Gladis ke Gramedia, ya?" ungkapnya membuat kedua orang itu tersentak.

"Ma," rewel Gladis. Dia memegang tangan Nislawati bermaksud untuk membantah.

Nislawati sedikit memajukan wajahnya. Memandangi Arya dengan senyuman. "Kamu tidak keberatan, kan?"

Arya menggeleng kepalanya. Selintas dia melirik Gladis yang kebetulan sedang melihatnya pula. "Tidak, Bu."

"Kalau gitu Mama pergi ke kantor, ya," pungkas Nislawati. Dia bergegas pergi melewati pintu kelas.

Setelah Arya menyelesaikan tugasnya untuk mengunci pintu, dia pun berjalan menuju parkiran sekolah diikuti Gladis yang mengekor di belakangnya.

Dari kejauhan Arya memandang sebuah lahan persegi di depannya. Lapangan itu terlihat sepi dan sunyi. Dapat terhitung jumlah motor dan mobil yang memarkir di sana. Dengan ekor matanya dia dapat melihat sesuatu di belakangnya. Tampak Gladis berusaha menyejajarkan langkahnya yang besar.

"Dis, lo tunggu di depan aja," pesan Arya. Dia berjalan mendekati kendaraan beroda dua miliknya.

Gladis berdiam sejenak di tempatnya berpijak, lalu dia mengangguk. Dia berjalan lurus menuju gerbang depan mengikuti ucapannya.

10 Years Ago ✓Where stories live. Discover now