CHAPTER 38 - 1

867 16 22
                                    

PART 1

NEVER GIVE UP

“Teruslah berusaha hingga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Karena apapun yang kamu usahakan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang baik.”

✈✈✈

Andin memandang lama ke utara. Entah sudah berapa menit dia habiskan untuk melihat ke sana. Beberapa orang yang berlari-lari di lapangan itu terekam baik dalam ingatannya.

Manik matanya tak berhenti mengawasi pergerakan seorang cowok bernomor punggung 21. Cowok itu bergerak lincah sehingga dia dapat mengelabui musuhnya. Andin memandang kagum ke cowok itu. Pada seorang cowok bernama Arya.

Dalam hatinya dia terus menuturkan kalimat-kalimat pembangun dan semangat untuk Arya. Sangat disayangkan dia tak dapat melakukannya secara langsung.

Satu tangannya menopang dagu. Dari raut wajah itu dapat tergambar apa yang tengah dia rasakan. Bimbang. Di satu sisi dia ingin menyaksikan langsung pertandingan itu, namun di sisi lain dia tak ingin mengecilkan hati Dirga. Dia sudah berjanji untuk menonton pertandingan finalnya dalam beberapa menit ke depan.

"Ini bakso komplitnya, Neng Andin." Bahar menyajikan semangkuk bakso di atas meja.

Andin menoleh dan tersenyum singkat. "Makasih, Kang."

"Abang Dirga kenapa nggak mesen juga?" tanyanya pada seseorang di samping Andin.

"Nanti, Kang." Mendengar itu Bahar kembali ke tempatnya.

Andin pun melahap seporsi bakso yang menggugah selera makannya. Dia mengunyah satu per satu bakso kecil dan menyisakan yang paling besar untuk dimakan terakhir.

Awalnya dia terlihat baik-baik saja mengunyah makanan itu. Dia makan selayaknya orang biasa. Namun semakin berganti menit dia justru tak selera. Ada suatu hal yang membuatnya risih.

Andin melirik samar seseorang di sebelahnya. Sosok cowok duduk menopang dagu sedang memandanginya. Mata hitam itu selalu tertuju ke arahnya, tak pernah berpaling sekali pun.

"Dirga," tegurnya.

Dirga berdehem. Menunjukkan senyum terbaiknya hari ini. "Apa?"

"Jangan liatin gue lagi makan"

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan."

"Emang kenapa? Lo tetap cantik kok lagi makan."

Andin langsung berpaling muka. Dia memutus kontak mata itu secara sepihak. "Lo ngomong apa, sih," ucap Andin.

Dirga terkekeh usai menemukan rona merah di pipi Andin. Siswi itu menundukkan kepalanya dan tersenyum sipu. "Makan yang banyak, ya," tuturnya mengelus rambut Andin. "Kalau masih laper tinggal pesen lagi ke Kang Bahar."

Andin mengangguk pelan. Suasana saat ini begitu dingin dan beku. Canggung. Dia bahkan terlihat gugup tatkala melirik seseorang di sampingnya. Cowok itu masih menatapnya dalam.

"Andin," panggil seorang wanita di belakangnya.

Andin refleks bergidik. Terkejut mendengar suara berintonasi tinggi. Andin pun membalik badannya ke belakang. Melihat sosok wanita berpenampilan nyentrik berdiri di hadapannya.

Andin tampak kesulitan menelan ludah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongannya. "A... ada apa, Bu?"

"Kamu bukannya nonton teman kelas lagi bertanding, malah mojok berdua di sini," cibir Siti.

10 Years Ago ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora