CHAPTER 15

3.5K 83 75
                                    

DISSAPEARED

"Sungguh menyiksa, ketika kau terpaksa memangkas bunga yang hendak tumbuh mekar."

✈✈✈

Seorang siswi duduk di bangkunya. Memandangi secangkir minuman berperisa di hadapannya. Hanya dia pandangi. Tak berminat untuk meminumnya. Helaan panjang pun mulai bereksistensi. Salah satu jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja. Sepertinya dia tengah menanti kehadiran seseorang.

Lantas orang yang ditunggu pun tiba. Dia tersenyum menyambut orang itu. Sosok siswi berambut sebahu mendatanginya dengan raut wajah datar.

"Gimana dengan Putri, Sa?" Dia menyambut kedatangan siswi itu dengan pertanyaan.

"Ikut gue dulu, Din." Meysa menarik tangannya. Menuntun siswi itu menuju pintu keluar.

Meysa mengajaknya duduk di bangku panjang yang kebetulan kosong, tepatnya di depan taman kelas. Sepertinya ada suatu hal yang sangat penting untuk dibicarakan sehingga Meysa mengajaknya berbicara empat mata.

Meysa memegang kedua bahunya. Menatap lawan bicaranya begitu dalam. "Din, jawab pertanyaan gue."

Tatapan itu membuat Andin sedikit canggung. Selintas dia berpaling melihat tangan Meysa yang menghinggapi bahunya. Lalu dia mengembalikan posisi manik matanya. "A...apa, Sa?"

"Din, lo suka sama Arya?"

Andin tersentak mendengarnya. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Ditambah dia tak dapat bergerak. Bahkan untuk membasahi bibirnya yang kering pun tak sanggup.

"Din, gue tanya sekali lagi," tekan Meysa, "lo suka sama Arya?"

"Nggak, Sa. Mana mungkin gue suka sama orang yang temen gue suka," kilahnya.

Meysa menghela napas. "Syukur, deh."

"Lo kenapa tiba-tiba tanya gitu?"

"Putri lihat lo dianterin Arya. Mungkin dia ngira kalian pacaran tanpa sepengetahuan dia."

Satu cuplikan kenangan terputar dalam lobus temporal. Mengingatkannya kembali suatu hal yang terjadi di hari minggu tentangnya dan seseorang, juga hujan yang menjadi saksi bisunya.

"Jadi gue harus gimana?"

"Putri udah terlanjur marah sama lo. Tapi lo coba aja besok jelasin ke dia."

"Kalo dia masih nggak percaya sama gue?"

"Nggak ada pilihan lain, Din. Lo harus bilang ke dia kalo lo suka sama orang lain," jelasnya menatap mata Andin sangat dalam. "Dan satu hal lagi, Din. Lo harus ngejauhin Arya."

Mendengar hal itu Andin hanya diam. Dia memilih bungkam. Bukannya tak dapat berbicara, hanya saja dia sangat bingung. Bagaimana bisa dia membohongi perasaannya sendiri dengan mengungkapkan dia menyukai orang lain. Belum lagi dia harus menjauhi seseorang yang dia suka. Ini sangat menyesakkan.

"Oh, iya, gimana dengan pengirim surat itu, Din? Lo udah tau siapa pengirimnya?"

Andin menggantung pertanyaan Meysa cukup lama. "Iya," jawabnya pelan.

"Siapa?"

Andin menghela napas berat. Menatap Meysa dengan tatapan sendu. "Dirga."

"Dirga anak IPA-1?"

10 Years Ago ✓Where stories live. Discover now