CHAPTER 37

925 18 35
                                    

A STUPID THING

“Cukup, berhentilah mencintai seseorang yang tidak akan pernah mencintaimu. Kamu melakukan hal bodoh yang dapat menyiksa dirimu sendiri.”

✈✈✈

Seorang siswa berseragam basket melangkah percaya diri menujunya. Berjalan dengan seulas senyum melekat di wajahnya. Dari sana tergambar bahwa dia sangat bahagia. Ah, tentu saja dia sebahagia itu. Timnya telah berhasil masuk ke babak final usai mengalahkan X IPA-2.

"Selamat untuk tim kalian," ucap Andin. Dia beranjak dari bangku.

"Untuk tim aja?" Dirga memajukan wajahnya.

"I...iya."

"Untuk gue nggak ada ucapan selamat?"

"Kan udah termasuk," bela Andin.

Dirga melipat kedua tangannya. Memasang senyum genit. "Tapi gue maunya seorang."

Andin mengalihkan pandangannya. Memperhatikan keadaan di sekitar. "Lo ngomong apa sih, Ga," ucapnya gelisah.

Dirga terkekeh. Tangannya begitu cekat menahan Andin yang hendak pergi. "Jangan pergi dulu."

Dalam waktu tiga detik wajah Andin berubah warna seperti udang rebus. Begitu merah dan ayu. Dia tersenyum malu.

Dirga menjauhkan wajahnya dan mendongak. Kedua tangannya kini berdiri di pinggang. "Gue masih nunggu ucapannya."

Andin mengulum bibirnya. Membasahi permukaan itu dengan cairan saliva. Sekali lagi dia memandangi semua objek di sekitarnya. Keadaan tak terlalu ramai. Dapat terhitung hanya berapa orang yang berlalu.

Dia pun kembali menatapnya. Namun kali ini dia menatap serius. "Selamat atas keberhasilan lo, Ga," tuturnya. "Lo yang paling terbaik."

Otot sekitar bibirnya menarik hingga membentuk garis lengkung. Dia sangat bahagia mendengarnya. Sepasang mata kini menatap Andin begitu dalam. Tangannya membelai pelan rambut lurus Andin.

"Makasih, Pacarku."

Andin langsung memutus kontak mata. Bukannya dia merasa jijik atau hal semacamnya, hanya saja dia tak kuasa menahan sipu malunya.

Manik mata Andin menggelincir ke arah kiri. Menangkap sosok cowok berjalan menuju mereka. Dia memandangnya cukup lama sembari mengulik ingatannya. Ah, cowok itu merupakan teman satu kelas Dirga.

"Ga, lo dipanggil Pak Martha di kantor," pesan Luqman.

Mendengar satu nama sakral itu membuat Dirga terperanjat. Dia tak bergerak sama sekali, juga tak berucap. Seperti ada sesuatu yang mencekat kerongkongannya sehingga dia sulit menelan saliva.

"Lo buat masalah apa, Ga? Kenapa Pak Martha sampai manggil lo," resah Andin.

Setelah Luqman berlalu dia melirik seseorang di sampingnya. Wajahnya terlihat khawatir. Di saat seperti ini Dirga masih bisa menunjukkan senyum. Dia hanya tak ingin Andin mengkhawatirkannya.

Dirga menjamah tangan Andin dan menggenggamnya. "Temenin gue ke kantor, ya,"

Andin mengangguk pelan. Lalu keduanya melangkah beriringan menuju kantor. Sejenak Andin memperhatikan ruas wajah seseorang di sampingnya. Wajah tampan itu telah dipenuhi cairan bening.

10 Years Ago ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang