CHAPTER 2

4.4K 406 478
                                    

HIS SMILE

"Tersenyumlah. Dengan begitu kebahagiaan akan terpancar di sekelilingmu"

✈✈✈

Pertama kalinya Andin mengenakan pakaian SMA. Baju putih sekolah yang kecil dan rok abu-abu didesain sedikit ketat di atas lutut, itulah ciri khas seragam SMA Bakti Nusa di tahun 2005.

Andin berdiri di depan cermin memandang bayangan semu. Dia tersenyum riang memakai dasi panjang khas Bakti Nusa.

Andin pun beranjak mengambil tas punggung berwarna cokelat dan merangkulnya. Dia bergegas pergi dari kamarnya ke lantai bawah.

Dari anak tangga terakhir Andin memperhatikan kedua orangtuanya sibuk dengan kegiatannya di pagi hari. Ayahnya sibuk membaca koran sambil menyeruput secangkir kopi sementara Ria berada di dapur menyiapkan sarapan untuknya.

"Pagi, Ayah." Andin menghampiri lelaki itu dan mencium pipinya.

"Iya," jawab Syafril singkat. Dia begitu larut membaca berita bola di koran.

Bibir Andin memanyun. Tak biasanya Syafril merespon seperti itu. Mungkin berita bola kali ini benar-benar menarik perhatiannya.

Lalu Andin menghampiri Ria di dapur dan duduk di kursi makan. Ria yang hendak memberikan seporsi nasi goreng-lengkap dengan telur mata sapi-tersenyum mendapati anaknya cemberut.

"Ayah jangan terlalu sibuk baca koran. Andin ngambek nih," jelas Ria.

Andin tak menampik bila dia anak yang manja. Sebagai anak tunggal, tentulah dia selalu mendapat perlakukan istimewa dari kedua orangtuanya.

Syafril menghela napas panjang dan melipat dua koran itu. "Iya, Bu." Syafril pun mendatangi istri dan anaknya.

"Pulang kerja nanti Ayah beliin muffin. Jangan ngambek lagi ya," tawar Syafril sambil mengusap kepala Andin.

Andin berpaling padanya dan tersenyum riang. Dialah ahlinya membuat Andin tersenyum kembali. "Janji." Andin menunjukkan kelingkingnya.

"Iya, Janji." Mereka saling mengaitkan kelingking.

Ria tersenyum melihat keakuran ayah dan anak itu. Mereka begitu lahap menghabiskan sarapan yang dibuat Ria.

"Andin pergi ya, Bu," pamit Andin.

"Nggak pergi bareng Ayah?"

"Nungguin Ayah lama banget, Bu. Lagian Andin udah janji pergi bareng Meysa sama Putri," papar Andin sambil memakai sepatu sekolahnya.

"Yah, Andin pergi," pekik Andin agar Syafril dapat mendengarnya dari dapur.

"Iya," sahutnya.

Jarak tempuh rumah dengan sekolah tak terlalu jauh jika Andin melewati gang tembusan. Karena itulah dia memilih berjalan kaki ketimbang naik angkutan umum.

Andin melihat dua siswi mengenakan seragam sepertinya berdiri di perempatan gang. Dia tersenyum sembari melambai pada mereka.

"Udah lama kalian nunggu?"

"Nggak juga," jawab Putri.

10 Years Ago ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang