Cahaya ke-76

534 30 8
                                    

SIAP BERTEMU EPILOG DI NEXT UPDATE? YEAH :)

👵🏻

"Eyang ...?"

Hati Mariam mencelus seketika. Sesuatu tak kasat mata seolah berhasil memukul dadanya, mengakibatkan sakit yang tak dapat ia redam semudah membalik telapak tangan.

Eyang.

Panggilan yang ia kira sudah hilang akibat perbuatan biadabnya terhadap Cahaya ternyata masih bisa gadis itu ucapkan.

Ah, betapa memalukannya sikap bodoh yang membuat Mariam tega menyia-nyiakan Cahaya bahkan semenjak ia lahir ke dunia.

Sambutan hangat serta kecupan mesra seorang nenek yang seharusnya ia berikan, justru Mariam buang hanya karena alasan yang tidak jelas dasarnya.

Wahai nurani, ke mana ia pergi selama ini?

"Eyang ...?" Cahaya maju, berangsur mendekat demi memastikan kalau netranya tidak sedang berangan-angan saja.

Mariam tersenyum kecewa--pada dirinya sendiri, membuat setetes air mata mulai menjalar turun di pipinya.

Lihatlah, bahkan saat hubungan mereka sudah ia retakkan, Cahaya masih sudi menghampirinya dengan binar takjub penuh kerinduan seakan-akan tengah mendapati seseorang yang berharga itu kembali pulang.

"Ini ... Eyang, 'kan ...?" tanyanya yang Mariam balas dengan begitu mengejutkan.

Tanpa mengucap sepatah kata, wanita itu menunjukkan simpuhnya. Ia duduk tepat di depan Cahaya, menangis sembari memeluk kedua kaki cucunya, memohon ampun atas kebiadabannya selama ini.

"Eyaaang ...." Cahaya menunduk, berupaya melepas tangan yang melingkar di betisnya. "Jangan gini ...."

Mariam menggeleng, tidak mau melepaskan. Sudah sepantasnya ia melakukan itu, sepatutnya dari dulu.

"Aya nggak marah, kok. Aya udah maafin Eyang ...," tuturnya. "Bangun ...."

Demi apa Mariam semakin tidak pantas menerima maaf yang hanya ia tukar dengan berlutut sambil membuang-buang air mata.

Dosa-dosanya yang fatal benar-benar tak sebanding dengan itu.

"Eyang, stop!" Cahaya menarik kuat-kuat sosok itu agar berdiri, keduanya lemas dan rapuh di saat bersamaan.

Rupanya detik ini akan jadi masa-masa tersulit sepanjang hidup mereka. Mariam dengan penyesalannya dan Cahaya dengan tragedi kehilangannya. Dua luka bertemu dalam satu waktu.

Dan mau tidak mau, sanggup atau tidak, mereka harus menghadapinya.

Netra yang berkaca-kaca itu bersitatap lekat.

"Maafin Eyang, Nak ...," ucapnya. "Maaf ...."

Cahaya tersenyum haru, memandang kagum paras Mariam yang yang tak pernah ia dapati sedekat ini.

Hei, dengarlah, untuk pertama kalinya Mariam melantunkan nada lembut padanya. Sangat hangat terdengar di telinga.

"Tapi janji ... jangan benci Aya lagi, ya ...," kata Cahaya gemetar, telak menusuk perasaan Mariam dengan kata 'benci' yang terlontar dari bibirnya.

Cahaya [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora