Cahaya ke-54

616 40 22
                                    

OMAYGATTT!!!

10.023 KATA PEMIRSA😣 ADUH, PANJANG GINI NYAMBUNG GA YA?
SELEN MAIN NULIS SESUKANYA, GA NGIRA BAKAL JADI SEPANJANG INI

PANTES AJA NGEREVISINYA GA KELAR-KELAR DARI KEMAREN -_-"

MAAP YAK TEMAN-TEMAN. MOHON KETABAHANNYA DALAM MEMBACA ×_×

⚫⚫⚫

Seorang gadis berpakaian rapi tengah berdiri di depan cermin besar lemarinya, menyisir rambut panjang yang akhir-akhir ini banyak mengalami kerontokan.

"Bunda ...," panggilnya seraya berbalik pada sosok wanita yang tengah merapikan kasur.

"Iya, Sayang?"

Selena menoleh, mendapati Cahaya menggenggam berhelai-helai rambut yang beberapa hari terakhir selalu ia temukan di lantai kamar putrinya.

Tatapan anak itu redup, tertuju pada sesuatu di tangannya.

Ia jadi teringat pembicaraannya dengan Cantika waktu itu, lantas benaknya tiba-tiba memunculkan tanya.

Bagaimana Cahaya merahasiakan kondisinya jika setiap hari terus begini?

"Ssstt ..., Aya harus tenang. Jangan terlalu dipikirin, nanti Aya sakit lagi," ucap Selena sambil mengelus kepala anaknya. "Dokter bilang, Aya, kan, nggak boleh stres."

Walau begitu, sejatinya ia mengerti, ketakutan Cahaya bukanlah pada keadaan fisiknya yang akan datang. Ada sesuatu yang lain dibaliknya.

"Biar Tuhan yang putuskan, ya. Kalo akhirnya semua akan tau soal ini, Aya harus terima. Berarti memang seperti itu takdirnya, Sayang."

Ia mengecup kening Cahaya. "Aya jangan takut. Ada Bunda, juga ayah. Aya nggak sendirian."

Mengangguk, Cahaya pun memutuskan menuruti apa kata Selena.

Berpasrah pada Tuhan adalah satu hal yang harus ia tanamkan dalam jiwanya. Yang terpenting, ia sudah berusaha untuk menjaga perasaan orang-orang terdekatnya.

Perkara di akhir cerita takdir akan mengungkap segala rahasia, yang sepatutnya Cahaya lakukan adalah ikhlas menerima.

"Ya udah, sekarang Aya siap-siap. Bentar lagi Dewa dateng, kan?"

Mendengar nama itu disebut, Cahaya jadi semangat.

Sekalipun orang itu masuk dalam penyebab yang membuatnya terkadang sedih sendiri---entah harus jujur soal penyakitnya atau tidak, tapi Cahaya tetap tak bisa memungkiri kalau ia selalu bahagia meski Dewa sedang dalam mode amat menyebalkan.

"Oh, iya, beberapa kali bersihin kamar Aya, Bunda, kok, nggak pernah liat celengan domba Aya, ya?" Ucapan Selena menyadarkan Cahaya.

Anak gadis itu mengerjap resah, bingung harus menjawab apa karena pertanyaan itu datang secara tiba-tiba.

Cahaya tidak siap dengan alasannya. Ia pun sedikit tergagap. "I---iya, Bun, itu ... itu---"

"BUN, ADA TAMUUU! TOLONG BUKAIN PINTUNYA, YA!!"

"Iya, Yah?!" sahut Selena spontan, lantas mencolek hidung Cahaya sambil menyeringai jail. "Tuh, pacar Aya udah dateng. Siap-siap, gih! Jangan lupa obatnya diminum!"

"Siap, Bunda!" balas Cahaya persis sedetik sebelum Selena sempurna keluar dari kamarnya.

Ia membuang napas panjang, amat lega karena Diego menyelamatkannya dari kemungkinan dimarahi pagi-pagi begini.

Kini tinggal dirinya, sendirian.

Memandang segumpal rambut yang tak lagi bernyawa itu membuatnya menggigit bibir. Cahaya menatapnya selama beberapa saat, lalu membuangnya.

Cahaya [COMPLETED]Where stories live. Discover now