Cahaya ke-58

495 32 165
                                    

"Gard?"

Tok! Tok! Tok!

"Gard?"

Tok! Tok! Tok! Tok! Tok!

Ketukan di pintu kian terdengar keras, kasar, tidak sabaran.

"Gard, buka pintunya! Gue mau ngomong!" pinta seseorang di luar sana. "Gard!"

Prangg!!!

Si pemilik kamar melempar vas bunga kecil pada pintu tak bersalah, membuat perempuan yang berusia lima tahun lebih tua darinya itu refleks mundur selangkah.

"Pergi, La! Gua capek! Gua mau tidur!" balas anak lelaki yang terus membenamkan kepalanya di balik bantal, berusaha meredam emosinya yang sudah di ubun-ubun.

"Gard, please, gue bisa jelasin semuanya! Dari awal kalo lo mau," bujuk perempuan berseragam SMA itu.

"Setelah sekian lama, kenapa baru sekarang, La? Kenapa?!" Ia tampak kecewa dengan keputusan sepihak kakak sepupunya.

Kakak sepupu yang sudah ia anggap saudara kandungnya. Satu-satunya sepupu yang sanggup mengerti dirinya, permasalahannya.

Sahabat dekatnya. Separuh jiwanya.

"Maafin gue, Gard!" Cuma itu kata yang bisa terucap dari bibir manis putri semata wayang Indra dan Medina.

Ya, Sharla. Aylana Sharla lengkapnya.

Sosok gadis periang berambut kecokelatan yang kadang kala tomboi dan sewaktu-waktu bisa berubah amat feminin.

Hanya dirinya, hanya Sharla seorang yang menjadi tempat curahan hatinya bermuara, tempat Dewa menceritakan segenap keluh kesah tentang masalah keluarganya.

Dan satu hal yang perlu kalian ketahui, Dewa sangat memercayainya.

Namun kenapa saat ini "separuh jiwanya" berkhianat? Tidakkah menjadi penting bagi Sharla untuk berbagi masalah, apa pun itu, padanya?

Mereka, kan, sudah berjanji sejak awal. Satu sama lain akan saling menjaga, menyembuhkan, dan menguatkan.

Apa Dewa sudah tidak dianggap lagi olehnya?

Apa iya, cowok itu harus mendapat kado ulang tahun berupa kabar duka tentang penyakit yang diderita sepupunya?

Tumor otak.

Dua kata yang cukup menjadi alasan Dewa tidak ingin beradu pandang dengan orang yang akhirnya hanya bisa terduduk pasrah, menangis bersandar pada pintu, menyesali apa yang telah terjadi.

"Maaf ...."

"Maaf lo nggak akan ngerubah apa pun, La! Percuma!" sentak Dewa sambil memukul-mukul kasurnya sendiri, marah.

"Gue tau, Gard, makanya ijinin gue masuk!" Sharla memohon, mengetuk pintu sekali lagi. "Bukannya kemaren-kemaren lo pengen kado spesial dari gue?"

"GUA NGGAK BUTUH APA PUN DARI LO! PERGIII!!" raungnya sampai terdengar jelas oleh orang-orang seisi rumah.

"Gard ...," lirih Sharla yang seakan tak memiliki tenaga, membuat Medina yang sedari tadi menyaksikannya turut menitikkan air mata.

Wanita itu melangkah, menghampiri Sharla, menarik anak itu agar berdiri.

"Biarin dia tenangin diri dulu, ya. Mendingan kamu istirahat di kamar. Besok kita, kan, harus ke rumah sakit, persiapan berangkat ke Singapura."

Cahaya [COMPLETED]Where stories live. Discover now