Cahaya ke-9

1.5K 323 226
                                    

Hai...

Ini Selena yang baik sengaja ngasih bonus satu chapter lagi😊

Sebagai permintaan maaf gegara tadi spam notif and lama nggak update✌

Selena harap kalian suka ya...

Happy reading all 😊😊😊

⚫⚫⚫

Gadis itu duduk tidak tenang di kursinya. Selain karena masih tersisa rasa takut di hati, ia juga tidak enak pada Dewa yang sedari tadi hanya diam menatap luka di tangannya yang walau sudah diobati, tetapi masih mengeluarkan darah. Terselip rasa khawatir di perasaan Cahaya, membuatnya memberanikan diri untuk menyentuh lengan cowok itu dengan jari telunjuknya.

Dewa menoleh, Cahaya jadi gugup sendiri.

Ia merogoh sakunya, mencari-cari benda yang ia butuhkan saat ini.

"Nggak usah nyampah. Ngomong aja langsung."

Cahaya terdiam sebentar. "Emang... Kamu paham?" Tanpa menatap Dewa ia menjawab.

"Emang gua sebego itu?"

Anak itu diam, tetapi matanya tak henti mencuri-curi pandang, melirik luka dengan perban yang semakin lama semakin memerah. Ia terlalu bingung harus bersikap bagaimana jika situasinya sudah begini.

"Lo kenapa?"

Cahaya menggeleng. Untuk beberapa waktu ia terdiam, sampai akhirnya ia tidak tahan dan memutuskan untuk keluar dari kelasnya. Melihat itu, Dewa hanya bisa menghembuskan napas.

Lima belas menit kemudian Cahaya kembali dengan kotak obat di tangan kiri dan sebuah baskom kecil berisi air es beserta lapnya di tangan kanan.

Tanpa mempedulikan tatapan dari Jeff, Niell, dan anak-anak yang lain, ia terus berjalan menuju bangkunya. Sekarang ditambah tatapan dari Dewa, ia jadi salah tingkah.

"Tangan kamu, kesiniin..." ucapnya pelan.

"Nggak perlu. Gua nggak papa."

Ditolak begitu, Cahaya jadi mati kutu. Nekat, tangannya yang sedikit gemetar itu meraih tangan Dewa yang tergeletak pasrah di meja. Dewa mendengus. "Lain kali kalo mau ngapa-ngapain bilang dulu."

Cahaya tidak mendengarkan sepenuhnya, sekarang ia fokus membuka perban yang warnanya semakin merah saja. Cahaya sempat menelan salivanya begitu melihat luka sayat yang ternyata cukup dalam. Tentu saja hal itu tidak luput dari perhatian Dewa. "Kenapa? Ngeri?"

Cahaya mengangguk. Memang ngeri.

"Biar gua obatin sendiri." Dewa menarik tangannya yang langsung terlepas dari pegangan Cahaya. Sekarang anak itu kembali memegang tangan Dewa dan membawanya kembali ke hadapannya.

"Nggak papa, biar aku aja. Aku harus tanggung jawab." Cahaya mulai mengobati luka yang sedikit menganga itu. Ia mengernyit begitu mendengar Dewa mendesis. "Maaf..."

Mereka saling fokus dengan urusan masing-masing. Cahaya membalut telapak tangan Dewa perlahan dengan perban, sementara Dewa menahan perih akibat obat yang meresap ke dalam lukanya.

Cahaya [COMPLETED]Where stories live. Discover now