Cahaya ke-7

1.7K 387 300
                                    

Akhirnya Cahaya update setelah sekian lama Selena guling" cari ide 😂

Happy reading all... 😊😊😊

⚫⚫⚫

Cahaya mondar-mandir di depan pintu dengan cemas. Ponsel yang jarang sekali ia mainkan itu sekarang sedang ia genggam erat-erat, menunggu kabar dari seseorang.

Duh, Niken. Chat aku kok nggak dibales sih? Mana udah lewat jam 6 nih. Kamu juga belum nyampe sini.

"Sayang, katanya Niken mau dateng ke sini?"

"Nggak tau, bunda. Aya juga bingung." Cahaya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Padahal Niken bilanya nyampe sini jam enam, tapi sampai sekarang belum dateng juga, bunda."

"Mungkin dia nggak jadi ke sini, sayang. Bunda anter Aya aja, ya? Daripada nanti telat," Selena mengelus kepala Cahaya.

Kali ini Cahaya benar-benar khawatir. Sejak Niken bilang bahwa ia ada urusan penting, sejak itulah teman sebangkunya itu tidak memberi kabar. On WA pun nggak.

Cahaya jadi takut, jangan-jangan Niken kenapa-napa di jalan. Buru-buru Cahaya berpamitan pada ayah bundanya dan segera mengambil sepeda.

"Sayang, yakin mau berangkat sendiri?"

Cahaya yang sedang membuka gerbang mengangguk. "Iya, bunda. Siapa tau nanti Aya ketemu Niken pas di jalan. Dadah ayah, bunda!"

Cahaya menyusuri jalan menuju rumah Niken tanpa ngebut sedikitpun. Matanya terus memperhatikan sekitar, berharap ia akan berpapasan dengan temannya itu. Tapi nyatanya, sampai di depan rumahnya pun, Cahaya tak menemukan sosok Niken.

Kebetulan, pagar rumahnya tidak dikunci. Cahaya yang sedikit gugup itu mengetuk pintu, beberapa kali, tapi tidak ada respon. Ia berpikir mungkin Niken tidak sempat mengabari dirinya bahwa ia tidak jadi berangkat bersama. Dengan langkah lesu Cahaya meninggalkan rumah Niken dan memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah.

Di jalan Cahaya terus memikirkan Niken. Saking tidak fokusnya, ia sempat hampir menabrak sepeda motor di depannya yang mulai bergerak lambat karena terkena lampu merah. Untungnya ia segera sadar dan cepat-cepat mencengkeram rem sehingga ban depan sepedanya tidak sampai menyentuh bagian belakang motor tersebut.

Fiuh.

Cahaya mengelap peluh di dahinya. Ritme jantungnya serasa bertambah cepat seiring dengan keringat yang terus bercucuran.

"Aya!"

Ia menoleh ke asal suara. Berjarak dua motor dari dirinya, ia melihat Cantika yang dibonceng Dewa, melambaikan tangan padanya. Ia balas melambai, sementara matanya terus menatap dua orang itu bergantian. Berbeda dengan Cantika yang ramah, Dewa justru hanya menatap lurus ke depan, tetap fokus pada lampu merah di depan sana.

Persis ketika kendaraan-kendaraan di sekitarnya mulai bergerak, Cahaya buru-buru mengayuh sepedanya. Santai. Kali ini ia tidak punya mood yang bagus untuk ngebut, tidak seperti kemarin. Sempat ditangkap oleh matanya, motor Dewa yang melesat cepat seakan-akan bisa menembus mobil-mobil yang bergerak lambat di depannya. Cahaya jadi kagum sendiri.

Ia saja yang pakai sepeda masih tidak berani menyalip ngebut begitu. Apalagi kalau disuruh menyalip ala Dewa, pakai motor besar dengan kecepatan kilat. Cantika juga hebat, bisa tahan di atas motor tinggi yang melaju sekencang itu. Mungkin 100 km/jam. Bisa ia bayangkan bagaimana wajahnya jika seandainya ia berada di posisi Cantika. Pucat, keringat dingin, mata berkunang-kunang, badan gemetar dengan ritme jantung yang amburadul.

Oke, cukup. Itu lebay.

Cahaya segera menghentikan imajinasinya yang sudah terlalu jauh. Lagipula menurutnya, ia juga tidak akan mungkin sampai dibonceng oleh makhluk itu, tidak ada alasan baginya untuk mengalami hal mengerikan itu. Ia sudah asyik naik sepeda. Tidak ada rasa penasaran berlebih yang ia rasakan.

Cahaya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang