4-Teringat

158 15 1
                                    

Happy reading:)

Boleh saja kalian
komentar atas hidup gue.
Tapi, kalau komentar
ya harus disertai dasar.
~Auristella Grizelle

***

Mendung seakan mewakili perasaan Stella saat ini. Betapa sakit hatinya dia terhadap kedua orang tuanya.

Kalau saja Tuhan bisa mengabulkan keinginannya untuk pergi dari dunia ini sekarang juga, mungkin itu lebih baik. Daripada Stella hidup tapi serasa mati.

Memang benar kalimat 'mendung belum tentu hujan'. Buktinya, langit sudah sangat gelap padahal jam masih menunjukkan pukul sebelas siang, tetapi tidak kunjung hujan juga.

"Hujan, lo kemana sih? Please, accompany me now. I need you, rain." lirih Stella menatap langit dengan sorot mata sendu.

Bahkan hujan juga tidak mau menemani Stella disaat dirinya membutuhkannya. Apa setidak berharga itukah Stella dimata semuanya?

Stella benci semesta! Stella benci semua orang! Stella benci! Semua orang pergi meninggalkannya satu persatu.

Apa salah Stella? Hingga Stella dihukum oleh Tuhan sekejam ini. Apa rencana Tuhan untuknya? Sanggupkah dia melewati ini semua?

Berjuta pertanyaan hinggap dibenak gadis yang baru menginjak usia 16 tahun itu. Gadis yang sangat rapuh.

"Andai saja lo masih disini, mungkin semua akan lebih baik." gumam Stella sembari menggenggam kalung usang berbandul huruf G.

Sampai saat inipun, Gara tidak kunjung menemui Stella. Mana janjinya? Katanya dia akan memulai semuanya? Tapi kapan?

Alasan terbesar Stella sampai saat ini belum pernah pacaran adalah Gara. Tetapi Gara? Bahkan yang dijadikan Stella alasan, entah dimana keberadaannya sekarang.

Hujan. Yang sedari tadi Stella nantikan-----teman curhat Stella dikala sedang terluka-----akhirnya turun kebumi.

Stella menyambutnya senang. "Welcome, rain. I miss you." ucapnya dengan tubuh yang bergetar hebat

Mungkin Stella gila. Lihat saja dia sekarang. Menantikan kedatangan hujan, membiarkan tubuhnya diguyur oleh airnya. Padahal, Stella sangat phobia dengan hujan.

Kenapa dia seperti itu? Dia sedang menantang bahaya. Semata-mata agar dia bisa mati karena hujan. Agar dia bisa lenyap dari dunia ini secepatnya.

Tubuhnya bergetar hebat. Kedua tangannya menutup telinga rapat-rapat. Rasanya sesak. Seakan stok oksigen hilang begitu saja dari muka bumi ini.

Stella berusaha untuk tetap menyambut hujan. "KILL ME, RAIN!!! KILL ME NOW!!!" teriak Stella dibawah derasnya hujan.

Untuk saat ini, Stella hanya ingin mati. Tidak untuk yang lain. Stella benci dunia. Stella benci semuanya.

"I HATE EVERYONE!!! I HATE THE WORLD!!!!!" teriaknya semakin kencang.

Stella sudah seperti orang kesetanan, dia sangat frustasi. Dia tidak peduli dengan respon beberapa orang yang melihatnya sedang kalap.

Isak tangis semakin menjadi. Stella tidak tau lagi harus bagaimana. Ini bukan pertama kalinya dia seperti ini. Stella, Stella, Stella benci semuanya.

Tuhan, ambil Stella sekarang juga.

***

Basket itu sudah melekat dihidup lelaki SMA yang kini sudah kelas sebelas. Dia itu sangat popular disekolahnya. Bahkan dulu saat awal masuk sekolah, dia sangat diidolakan oleh Kakak kelas dan anak-anak seangkatannya.

Menyandang status sebagai most wanted boy disekolahnya, belum bisa membuat dirinya puas. Intinya, dia harus lebih unggul daripada siapapun.

"Guys, gue cabut dulu ya. Udah mau hujan nih." pamit Angga kepada teman-teman klub basketnya.

"Yoiiii." jawab mereka serentak disertai dengan acungan jempol.

Mungkin semesta sedang tidak bersahabat dengannya. Atau mungkin, ada banyak orang yang berdoa agar hujan turun hari ini? Entahlah, itu sangat menyebalkan, membuat Angga tidak bisa berlatih hingga malam seperti biasanya.

"Wah, harus cepet nih, kalo enggak kehujanan gue." ujar Angga sambil menatap kearah langit.

Padahal ramalan cuaca pagi ini cerah. Ramalan seperti itu memang kadang tidak akurat. Kalau tau akan hujan begini, tadi pagi Angga pakai mobil saja.

Angga melajukan motornya diatas rata-rata. Sialnya, hujan sudah terlanjur mendahuluinya. Bagaimana ini? Hujannya sangat deras.

Akhirnya Angga menepi dipinggir jalan terlebih dahulu untuk mencari jas hujan. Naasnya, Angga tidak menemukan barang yang sangat ia butuhkan saat ini.

Angga lupa jika dirinya tidak pernah membawa jas hujan karena akhir-akhir ini tidak pernah hujan.

Menurutnya, untuk apa membawa sesuatu yang tidak berguna. Tidak mungkin, kan, kalau Angga memakai jas hujan padahal tidak sedang hujan.

Tapi, Angga sedikit menyesal berpikiran seperti itu. Sampai kapan Angga harus menunggu hujan berhenti?

"KILL ME, RAIN!!! KILL ME NOW!!!"

Mendengar suara perempuan berteriak seperti itu, Angga tersentak kaget. Siapa orang gila yang teriak-teriak dibawah hujan begini?

Sangat menyebalkan. Angga bergidik ngeri. Jangan-jangan itu setan? Atau stalker yang ingin memata-matai Angga? Hah? Atau jangan-jangan psychopath yang hendak membunuh Angga?

Pikiran negatif memenuhi kepala Angga. Angga menyangkal semua pemikiran itu. Dia harus berpikiran positif.

"I HATE EVERYONE!!! I HATE THE WORLD!!!!!"

Hancur sudah pikiran positif yang Angga niatkan sedari tadi. Akhirnya Angga memutuskan untuk mencari tahu siapa cewek yang teriak-teriak saat hujan begini.

Saat Angga mencari keseluruh sudut jalan, akhirnya dia menemukan seorang perempuan yang mengenakan seragam sama persis dengan seragam SMA-nya.

Sepertinya dia manusia. Setidaknya Angga bisa bernafas lega. Melihat angka sepuluh romawi yang melekat dilengannya, Angga bisa memastikan bahwa dia adalah adik kelasnya.

Perlahan tapi pasti, Angga mendekati cewek itu. "Dek, ngapain?" tanya Angga membuat cewek yang semula meringkuk itu menengadah menatap Angga lekat.

Kok muka ini cewek familiar, ya? Apa kita pernah ketemu sebelumnya?

***

Salam sayang,
Chyni_Ar

AURISTELLA (LENGKAP)Where stories live. Discover now