#85

9.5K 1.3K 1.1K
                                    

| RavAges, #85 | 4559 words |

SABANG MENJEMPUT kami dengan mobil sedan yang entah didapatnya dari mana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SABANG MENJEMPUT kami dengan mobil sedan yang entah didapatnya dari mana. Sepanjang perjalanan, tidak seorang pun di antara kami yang bersuara. Sabang masih marah, sedangkan Alatas mendadak jadi gelisah.

Aku? Seandainya bisa, akan kukatakan bahwa aku menanggapi situasi dengan sangat kalem. Sayangnya, aku merasa kalau jantungku mendadak punya kembaran di segala tempat, berdetak di saat bersamaan—di leher, di kepala, di perut ....

Pipiku menggembung. Aku sendiri bingung apakah aku sedang berjengit sakit, menyengir sinting, atau keduanya. Dan, menyadari bahwa beberapa kali Alatas mencuri lihat ke arahku membuatku ingin meledakkan sedan yang kami tumpangi. Namun, itu akan membuat Sabang membuang kami di tengah jalan.

Satu kali, Alatas menghela napas cukup keras sampai aku menoleh ke arahnya. Tangannya terentang ke sepanjang sandaran jok, hampir seperti merangkul, tetapi tidak mengenaiku sedikit pun. Matanya menelaah ke luar jendela mobil, tetapi tampangnya seperti menunggu. Dan, aku kebetulan tahu dia memang menunggu.

Dengan gerakan yang kuusahakan tidak kentara, tetapi aku yakin ini amat sangat kentara, aku bergeser ke arahnya. Ujung jarinya menyentuh bahuku, dan saat itulah Sabang berkata, "Ada apa dengan kalian?"

Aku tergesa mengambil jarak saat menyadari Sabang memerhatikan dari kaca spion, sedangkan Alatas buru-buru menunjuk ke luar. "Wah, apa itu? Bagusnya!"

"Itu iklan deodoran, dengan ketiak berotot seorang pria," kata Sabang dengan nada jengkel setelah mengikuti arah telunjuk Alatas ke salah satu televisi pajangan di balik kaca sebuah toko elektronik. "Apa, sih, yang salah denganmu?!"

Kami tidak bicara atau cari mati lagi setelahnya. Begitu sampai di depan motel, Sabang bersiap pergi lagi.

"Kau mencari para Calor?" tanya Alatas. "Mereka mengejar-ngejar kami tadi."

"Aku tahu," jawab Sabang gelisah. "Aku sudah meminta pengiriman bantuan tadi, tapi ditolak, padahal mereka baru saja berhasil merekrut para Teleporter. Sayangnya, ada yang lebih mendesak—T. Ed menemukan Meredith dan Raios."

Berita perekrutan Teleporter langsung menguap di benakku. Aku langsung mencengkram kaca pintu mobil Sabang sebelum dia menaikkannya. "Meredith?!"

"Masih hidup, tapi keadaannya tidak bagus. Tampaknya Raios sempat melindungi mereka, tapi ledakan dan benturan dalam medan energi membuat keduanya kritis—gegar otak, patah tulang, pendarahan .... Sejauh yang kuketahui, Meredith sempat sadar sebentar—dia kehilangan sebelah pendengarannya. Hanya sampai sana yang bisa diketahui. Soalnya tiba-tiba ada laporan dua anak yang seharusnya jadi tanggung jawabku tersesat di tengah kota." Matanya berkilat jengkel menatapku dan Alatas.

Aku mengerjap. "Jadi ... apa yang akan T. Ed lakukan terhadap keduanya?"

"Menunggu." Sabang mengusap wajahnya dengan cemas. "Jika Meredith yang lebih dulu sadarkan diri, kita mungkin bisa memakainya untuk membuat Raios berpaling dari Bintara."

RavAgesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang