#81

10.1K 1.3K 890
                                    

| RavAges, #81 | 4799 words |

Song credit:
Learn to Love Again by Lawson

Song credit:Learn to Love Again by Lawson

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KUKIRA INI drone."

"Aku juga dulu mengira begitu," ungkap Ryan. Tangannya sibuk mengencangkan tali sabuk berisi amunisi di pinggangnya. Senjata api menggantung canggung di bahunya. "Tapi, ini namanya Specter. Sedangkan drone adalah pesawat tanpa awak yang biasanya keliaran diam-diam di sekitar tembok Kompleks untuk mengintai, atau Garis Merah saat para Pemburu menjalankan razia."

Aku mengangkat dagu tinggi untuk mengamati keseluruhannya; Specter benar-benar mirip ikan pari tanpa ekor. Hampir seukuran helikopter, tetapi kapasitas angkutnya ternyata lumayan besar. Masih sambil menonton kapal terbang itu disiapkan, aku bertanya, "Benarkah benda ini bisa berkamuflase di langit malam?"

"Iya," jawab Ryan. "Tapi, saat itu terjadi, fungsi Arka-nya harus dimatikan."

Aku berjengit. "Arka, 'kan, untuk meredam kekuatan Fervent—kenapa pesawat ini punya fungsi itu kalau bakal dinaiki Fervent juga?"

"Buat menghalau serangan Fervent liar di Garis Merah. Jadi, tak ada Phantom atau sejenisnya yang bisa menjatuhkan Specter saat kita lewat di atas mereka."

"Berarti kau tahu, 'kan, kalau lewat Garis Merah nanti ada kemungkinan para Steeler di bawah kita mencoba menyabotase entah bagian luar atau bagian dalam kapal?" tanyaku. "Termasuk semua amunisi dan senjata api di bahumu itu."

Ryan meragu sesaat. Tangannya seperti hendak melepaskan selempang senjata dan mencampakkannya ke tanah, tetapi kemudian dia menggeleng dan kembali mengencangkan sabuk. "Tidak. Aku butuh ini."

"Buat apa?"

"Membela diri," jawabnya. "Kalau terjadi apa-apa, para Fervent itu mustahil memikirkan manusia normal sepertiku—" Ucapannya terpotong saat melihatku bersedekap. "Bukan kau, Leila. Aku bicara tentang Fervent lain di T. Ed."

"Karena itu kau tetap mencariku? Kaukira aku tak sama dengan Fervent lain?"

Ryan tampak berpikir. "Bagaimana denganmu sendiri? Setelah kau pindah ke Kompleks 45, dan selama kau tersesat di Garis Merah ... kau tidak memikirkanku sama sekali?"

Wajahku jadi panas. "Tentu saja aku memikirkanmu."

Dia menegakkan punggungnya. "Jadi—"

"Bagaimana pun, kau pacar pertamaku." Aku mencerocos. Tampaknya, karma saat aku mengorek isi hati Alatas masih belum selesai. "Selama ini temanku sedikit. Dan hampir seumur hidupku, ayahku mengontrol segalanya. Kau orang pertama yang menarikku ke dunia luar, teman-temanmu menerimaku, dan tentu aku tak bisa mengacuhkan bahwa ... semua hal berbahaya yang kau ajak aku untuk lakukan selama ini punya andil membentukku sampai aku mampu bertahan di Garis Merah. Tentu saja aku sering memikirkanmu. Kau, teman-teman kita di Kompleks 44, keluargaku—kalian adalah motivasi utamaku buat bertahan dan pulang."

RavAgesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang