#59

8.6K 1.3K 492
                                    

| RavAges, #59 | 3150 words |

ARENA CALOR di mana Pyro membakar para tahanannya terletak tepat di dasar jurang, agak jauh dari tempat jatuhnya mobil truk yang kami kendarai untuk sampai kemari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ARENA CALOR di mana Pyro membakar para tahanannya terletak tepat di dasar jurang, agak jauh dari tempat jatuhnya mobil truk yang kami kendarai untuk sampai kemari. Dasar ngarai ini, saking luas dan dalamnya, sudah membentuk lembah-lembah kecil yang gersang seperti habis dilanda kekeringan bertahun-tahun.

Andaikata Embre tak memberi tahu ini adalah dasar jurang itu, aku takkan tahu. Ke mana pun aku mendongak, aku tak bisa menemukan bibir tebingnya. Belasan meter ke atas hanya ada kabut serupa awan yang menutupi lembah ini dari dunia luar. Sejauh apa pun mata memandang, di kiri-kanan semata tanah retak-retak berbatu, pilar-pilar, lantai logam, dan paviliun-paviliun kecil seolah tempat ini adalah taman. Dari kejauhan, aku mendengar deburan air ....

"Seperti suara air terjun," bisik Alatas di sisiku.

Arena itu sendiri berupa panggung baja sebesar dua kali lapangan sepak bola. Segera saja suara deburan air menghilang, tertutupi seruan dan huru-hara para Calor yang mengerubungi arena. Jumlah mereka puluhan—mungkin seratus lebih. Mereka bertingkah layaknya penonton sepak bola, versi yang tengah terbakar secara harfiah.

"Tenang saja," kata Pascal, "ketika Pyro masuk nanti, para penonton tidak akan diizinkan menyalakan apinya. Tapi kurasa pakaian itu menjaga kalian, 'kan?"

Memang benar apa yang dikatakannya. Aku nyaris tak merasakan panasnya udara. Bahkan begitu kunaikkan tudung kepalanya, wajahku hanya seperti sedang di hadapkan ke cahaya matahari pagi alih-alih dibakar langsung seperti sebelumnya.

Di depanku, Truck terus-terusan bergerak gelisah. Wajahnya mengilap oleh peluh lantaran dia tidak menaikkan tudung jaketnya. Lelaki itu malah mengedepankan tudungnya lewat bahu kanan, menelaah simbol api putih dan tulisan di dalamnya.

"Kapan Pyro datang?" tanya Alatas.

"Dia sedang makan," beri tahu Pascal. "Tahulah—mengisi bahan bakar."

Dia dan seorang Calor lainnya lantas terbahak seperti berbagi lelucon pribadi.

"Dan jangan berpikiran untuk melawan atau kabur kalau kalian sudah di tengah sini," ingat Pascal. "Entah kalian Steeler, Cyone, Peredam—bahkan Brainware sekali pun. Tidak semua yang kalian lihat di sini adalah Calor murni. Satu lusin di antara kami adalah Multi-fervent. Tanpa Pyro sekali pun, kami menang jumlah."

Aku bergerak ke belakang barisan melewati Pascal, lantas menangkap lengan Embre yang sejak tadi terus bergerak diam-diam untuk menjauhi kami.

"Kau belum memberiku jawaban," kataku. "Apa maksudmu menanyakan yang tadi? Tentang Raven?"

"Kau juga belum memberiku jawaban," kilahnya.

"Karena aku memang tidak punya!" sanggahku. "Kancing itu bukan milikku—harus kukatakan berapa kali?!"

Embre berdecak. Matanya menelaah ke atas bebatuan yang tertumpuk tinggi di sudut arena. Dia lantas bertanya pada Pascal, "Berapa lama lagi Pyro kembali?"

RavAgesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang