#67

11.7K 1.4K 1.2K
                                    

Aaakkk feels good to be back

//peluk satu-satu

Maapkan update yang lama dan komen yang belum terbalaskan karena ada banyak hal yang mesti saya urus belakangan ini

Chapter ini panjang banget, take your time, irit-irit untuk beberapa hari ke depan '-')/

//sungkem

__________________________

| RavAges, #67 | 5210 words |

BEGITU TERBANGUN, aku sudah berada dalam kantung tidur dan berselimut sehelai jaket kulit lusuh yang terasa familier

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BEGITU TERBANGUN, aku sudah berada dalam kantung tidur dan berselimut sehelai jaket kulit lusuh yang terasa familier. Ketika tanganku meraba lantai yang dingin, hal pertama yang kucari dan terucap dariku adalah, "Alatas?"

Tidak ada siapa-siapa di sampingku. Di ruangan ini, hanya ada aku dan Truck yang masih mengorok dalam kantung tidur ukuran raksasanya. Kulirik lilin yang tersisa. Dari tingginya, kuperkirakan aku sudah tidur paling tidak selama enam jam.

Pintu setengah terbuka di dekat kakiku, menampakkan siluet cahaya obor dari lorong. Karena merasa ngeri jika harus keluar sendiri, aku terpaksa membangunkan Truck. Guncangan lembut di bahu tidak mempan untuknya yang sebebal batu kali, jadi aku mesti menggulingkan kantung tidurnya dengan segenap dorongan tangan.

Dia menguap satu kali, mengerjap-ngerjap ke sepenjuru ruangan, lalu terperanjat saat mendapatiku di sampingnya. "Haruskah aku disambut oleh wajah bengkakmu yang seram saat baru bangun tidur?"

"Kau, 'kan, tahu aku menangis semalaman!" tukasku sengit selagi dia merangkak keluar dari kantung tidur. "Soalnya kau menguping tadi malam!"

"Aku tidak—"

"Alatas dan Erion tidak ada," potongku sebelum kami mulai berkelahi lagi.

Sebelum Truck bangkit, aku mendahuluinya dan menyambar sepatu bot miliknya—sepatu botku masih hilang karena semalam aku melemparkannya ke salah satu teman Pascal.

Bisa kudengar Truck mengejarku. "Itu sepatuku—Leila!"

Terseok-seok di lorong dalam sepatu kebesaran, aku menyelonong ke salah satu pintu yang kuketahui adalah kamar mandi. Dilihat dari jajaran toilet jongkok tidak higienisnya, kurasa para tahanan di sini tidak mendapatkan privasi yang pantas. Syukurlah saat ini tidak ada tahanan lain yang terlihat selain kami berempat.

Kubarikade pintu dengan gagang pel dan menahannya dengan menggeser sebuah loker kecil berlaci tiga, lalu menggunakan toilet dan membasuh wajah di bawah pancuran. Sambil mendengarkan Truck menggedor-gedor, aku berganti dengan seragam Calor dan sepatu baru yang disediakan dalam loker.

Sekeluarnya aku dari dalam toilet, kukembalikan sepatu bot Truck.

"Aku tidak mau memakai bekasmu." Dia menepis sepatunya dari tanganku, lantas masuk ke toilet dengan membanting pintu di depan wajahku.

RavAgesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang