#75

8.5K 1.2K 1K
                                    

| RavAges, #75 | 3980 words |

ADA TIGA orang yang menungguiku sampai bangun di ruangan putih berbau antiseptik itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ADA TIGA orang yang menungguiku sampai bangun di ruangan putih berbau antiseptik itu. Satu wanita—yang langsung menginjeksikan sesuatu ke lenganku—dan dua laki-laki. Si wanita paruh baya dan pria di sebelahnya aku tak kenal, tetapi lelaki yang berdiri dekat pintu wajahnya amat sangat kukenali dan mengundang kepal tanganku bertandang ke sana.

"Yeay! Kau bangun!" sorak Op dengan suara tinggi. "Tidur nyenyak? Aku ingin menjadi pria baik dengan mencoba menggantikan pakaianmu tadi, tapi para perawat melarangku."

Si wanita dan pria di depan brankarku melirik Op dengan tatapan tak suka. Wanita paruh baya itu kemudian menatapku sambil menyunggingkan senyum sopan. "Jangan khawatir. Aku yang mengganti pakaianmu."

Bajuku diganti dengan piama katun tipis yang terasa ringan. Ada plester di punggung tanganku, yang artinya sempat ada jarum infus terbenam di sana. Aku menarik napas sedikit, tetapi itu saja membuat dada dan punggungku sakit. Wajahku terasa hangat, padahal kakiku dingin di bawah selimut. Masih ada sisa bintik-bintik kemerahan samar di kulit tanganku, dan badanku berbau obat.

"Mana teman-temanku?"—Kalimat pertama yang kulontarkan sejak bangun.

"Mati semua," ringis Op.

"Mereka di ruangan lain," jawab si wanita sementara pria di sebelahnya menyuruh Op keluar. "Mereka baik-baik saja. Salah satunya baru sadarkan diri sejam yang lalu, yang satu lagi juga beristirahat, dan yang paling kecil sempat bangun sebelum tertidur lagi karena obat penghilang rasa sakit yang kami berikan."

"Terima kasih," ucapku lega. Secuil rasa sesak di dadaku terangkat hingga akhirnya aku bisa bangkit dari bantal. "Boleh aku melihat mereka?"

Wanita itu melirik temannya yang berdiri di ambang pintu. Si pria menggeleng samar, lalu mengetuk pergelangan tangannya seperti gestur menunjuk jam tangan.

"Mungkin bukan ide bagus," beri tahu si wanita. "Aku baru saja memberimu obat kortikosteroid. Dosismu berbeda karena Cyone menetralkan dosis obat biasa ke tubuhmu. Jadi, aku khawatir efek sampingnya mengharuskanmu berbaring di sini selama beberapa jam lagi." Aku hendak menyelanya, tetapi dia buru-buru berbalik dan menghampiri temannya di ambang pintu. "Kami akan mengecekmu tiga jam lagi. Sementara itu, istirahatlah dulu, oke? Jika membutuhkan sesuatu, tekan tombol merah di sisi brankar—kami akan langsung kemari."

"Tapi—"

"Tenang saja. Cowok aneh tadi tidak akan masuk ke kamarmu lagi."

Terdengar suara Op di depan pintu. "Hei!"

"Tapi, teman-temanku—"

Pintu ditutup di belakang punggung mereka. Sepertinya kedua orang perawat itu memaksa Op mengikuti mereka karena kudengar lelaki itu mengomel, "Cuma menunggui teman yang sakit saja tidak boleh!"

Setelah keadaan jadi sepi, aku bengong selama beberapa saat. Aku tidak tahu sudah berapa hari aku di sini, atau obat apa saja yang mereka berikan selama aku tak sadarkan diri, dan aku sudah tidak merasa mengantuk lagi—hanya sedikit lemas. Dan lapar. Mungkin ... tidak apa-apa kalau aku keluar sebentar.

RavAgesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang