"Kalian berdua pacaran ya?" tanya Hera yang langsung membuat Lyn melongo dan Oldy kembali terbatuk.

Aku baru ingat, aku baru memperkenalkan Oldy dan Lyn kepada Hera hanya sebatas nama, umur, dan pekerjaan. Tapi tidak penting juga untuk satu gadis ingusan itu mengetahui kisah Oldy dan Lyn.

"Bukan sayang, mereka bukan sepasang kekasih. Padahal Mama mau lihat mereka berdua menikah." Sahut Mama menjawab pertanyaan Hera.

"Oh my God! Tante Natalie! Aku punya Rafaell, lagipula aku dan Oldy sudah bersahabat dari SMA. " Balas Lyn tak terima.

"Ada masalah memang kalau Oldy teman SMA kamu Lyn?" Pancingku membuat Oldy menatapku dengan galak. Aku membalas tatapan itu dengan gerakan tawa di bibir.

"Udah-udah, pikiranku belum sampai ke pernikahan, resital lebih penting. Sudah-sudah."

Ucapan Oldy membuat Mama tertawa dan begitupun aku. Sementara Lyn menggerutu dan Hera hanya diam tanpa mengerti apa-apa. Dasar anak itu.

- - - - - - - -

 "Gimana? Udah bahagia?" suara Oldy terdengar bersama dengan munculnya Oldy di ruang tv. Ia duduk di sampingku yang sedang menonton acara televisi. Berhubung Mama, Lyn dan Hera sedang di dapur, ini waktunya aku kembali bercerita kepada Oldy.

"Biasa." Jawabku sekenanya. Jangan memulai pembicaraan dengan nada seperti orang mau curhat. Itu prinsipku kalau mau curhat.

"Yah gue ngerti sih secara namanya ya semacam menikah dengan paksa. Gak ada rasa cinta kan?"

"Iyalah, kenal sama dia aja baru. Kalau dia enggak nabrak gue waktu itu, gue juga gak pernah tau dia."

"Tapi coba jalanin aja lah sob, gue liat Hera baik kok. Gak parah-parah amat, cuma perbedaan umur aja."

"Justru perbedaan umur itu yang gue permasalahkan. Cita-cita gue menikah dengan wanita yang sedikit lebih muda dari gue. Bukan yang muda banget."

"Mungkin aja karma gara-gara lo mikirin pekerjaan mulu, atau bisa jadi petunjuk buat bikin lo enggak terlalu gila sama pekerjaan lagi," ucap Oldy yang aku pikir sok bijak. "Lagipula ya, gue kasian dengar curhatan Nyokap lo sama Lyn. Lo gila banget sama pekerjaan, dia takut lo sakit karena sering lupa makan. Lo tau sendiri kan Nyokap lo suka nungguin kalau lo pulang larut. Nyokap lo khawatir banget sama kehidupan lo yang ngenes banget, makanya selama ini dia ngejodohin lo. Tapi lo cuek-cuek aja. Kebetulan lo salah ngomong waktu itu jadilah begini."

Aku mendengus kesal mendengar perkataan Ody, ada benarnya juga sih omongannya dia.

"Gak usah ngomong ngenes apa, kayak cinta lo sama Lyn gak ngenes aja!" Balasku tak terima dengan satu kata itu.

"Ya emang bener yang gue sama Eros liat juga gitu, lo tuh kurang kasih sayang sob!"

"Sok tau lo!" Semburku semakin jengkel dengan pernyataan demi pernyataan dari Ody.

- - - - - - - - -

"Taraaaaaaaaaaaaaa! Para laki-laki ganteng ini makan dulu kuenya." Mama datang membawa sepiring besar kue cokelat ke ruang tv tempatku dan Oldy menonton tv sedari tadi. Di belakang Mama mengekor Hera yang membawa piring-piring kecil dengan sendok-sendok di atasnya, dan Lyn yang membawa sebuah teko berisi jus jeruk dan lima buah gelas dalam satu nampan.

"Kue coklat! Tante yang bikin?" Seru Oldy dengan bahagia, sesungguhnya aku juga sama bahagianya dengan Oldy, karena aku, Oldy dan Eros sama-sama menyukai kue coklat, yah apapun yang terbuat dari coklat.

Mama meletakkan piring itu di atas meja dan mulai membagi-baginya sambil tersenyum. "Udah gak usah banyak nanya, nih cobain dulu." Mama memberikan potongan kue yang sudah dipindahkan di atas piring tersebut kepada Oldy, selanjutnya ia memberikan kepadaku, kepada Lyn, Hera dan juga dirinya sendiri.

Aku mulai memotong kue itu dengan sendok, menyendokkannya dan memasukkannya ke dalam mulut. Enak, enak sekali. Ditambah dengan butiran kecil kacang almond, benar-benar membuat kue ini sangat lezat. Lapisan coklatnya sangat tebal, jujur ini kue coklat terenak yang pernah aku rasakan.

"Mah enak banget, Mama nyoba resep dari mana?" Tanyaku yang diangguki oleh Oldy. Sepertinya dia punya pertanyaan yang sama denganku.

Mama tersenyum dan melirik Lyn, sementara Lyn tertawa kecil.

"Mana mungkin Lyn yang buat, Lyn kan enggak bisa masak." Ledek Oldy yang langsung dihadiahi sebuah jitakan dahsyat.

"Seenak kamu aja ngomongnya." Cibir Lyn kesal.

Oldy membentuk telunjuk dan jari tengahnya menjadi huruf V. "Maaf-maaf aku bercanda."

"Jadi siapa yang buat? Jelas Mama kan?" Tanyaku lagi.

Mama menggeleng dan tersenyum bahagia sambil memandang Hera.

"Jadi Hera yang buat?" Kali ini suara Oldy yang terdengar.

Mama mengangguk. Sedangkan Hera hanya nyengir-nyengir gak jelas. Oke, gadis ini ternyata punya satu poin plus. Kue buatannya sangat lezat.

- - - - - - - - -

Hai, ternyata ide muncul secara tiba-tiba kepada saya. Jadi saya bisa melanjutkan cerita ini lagi. Semoga part ini tidak mengecewakan yaa. Keep vote dan comment okay :D

Danke :D

FortunatelyWhere stories live. Discover now