LEO [21]

5.5K 323 10
                                    

Perkiraanku akan pulang larut malam hari ini ternyata salah. Memang tadinya masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor, tapi berkat bantuan Adnan dan Nanda pekerjaan itu selesai lebih cepat dari deadline yang sudah ditentukan.

Tak terasa mobilku kini sudah berada di depan rumah Bunda. Aku membunyikan klakson dua kali. Tak lama kemudian keluarlah Keano dengan wajah acak-acakan dan dengan hanya mengenakan kaos oblong hitam dan celana boxer bermotif lambang pahlawan super yang mempunyai sayap tapi tidak dapat terbang. Batman, ya tepat sekali.

Begitu gerbang terbuka dengan sempurna, aku melajukan mobilku masuk sampai ke halaman. Aku mematikan mesin mobil dan turun.

"Malam No." Sapaku kepada Adik iparku yang terlihat baru lima puluh persen nyawanya yang terkumpul.

"Ng, malam Mas Leo." Balas Keano sambil mengangkat tangannya menyapaku.

Aku berjalan ke arahnya dan merangkulnya masuk ke dalam.

"No, Kakakmu mana?"

"Hah? Apa?"

"Kakakmu mana?"

"Oh... gak tau..."

"Kok gak tau?"

"Keano baru pulang dari sekolah Mas. Daritadi memang gak lihat ada Kak Hera."

"Jangan-jangan dia pulang."

Keano mengangkat bahunya. "Keano ke dalam dulu Mas."

Ya ampun, gadis itu ke mana lagi? Sudah kubilang jangan pergi kemana-mana sebelum aku menjemputnya. Kalau dia sudah pulang kenapa dia tidak mengabari? Gadis itu memang selalu bisa membuatku panik.

"Leo.... sudah pulang kamu Nak?"

Pikiranku teralihkan, melihat Bunda yang baru saja masuk ke ruang tamu membuatku langsung menyalaminya.

"Ayo kamu ganti baju dulu, di sini ada baju kamu kan?"

"Bun, Hera ke mana? Kok tidak ada?"

"Ah, Hera sedang keluar dengan temannya, ke...."

"Om Eyooooooooooooo!"

Iza tiba-tiba saja sudah menubrukku, disusul dengan saudara kembarnya juga Abangnya.

"Endong Om...." Pinta Iza dengan wajah memelas.

Aku tertawa melihat tampangnya, memang gadis kecil perayu. Lucu sekali dia. Kuangkat Iza ke dalam gendonganku dan kucium pipi gadis kecil ini. Ia mengalungkan tangannya di leherku dan memberikanku serangan ciuman di mana-mana.

"Om! Kok ija doang sih yang di cium. Kita juga mau." Irfan, sang Abang tertua angkat suara.

Aku kembali tertawa dan kali ini Bunda pun ikut. Segera aku mensejajarkan tubuhku dengan dua jagoan ini dan mengecup kedua pipi mereka.

"Om Eyo ayo main ama Ija!" Kara gadis ini histeris sambil menggoyang-goyangkan kakinya.

"Main apa sayang?"

"Kuda-kudaan!!"

- - - - - -

Aku mencoba menghubungi ponsel Hera berulang kali, tapi tetap saja yang menjawab hanya operator yang mengatakan bahwa ponselnya tidak aktif. Aku membanting ponselku ke atas sofa. Bunda yang duduk di sebelahku mengelus punggungku.

"Sabar Leo, sebentar lagi Hera pulang."

"Tapi ini udah jam delapan Bun!"

"Iya, Bunda tau Nak. Kita sabar aja ya."

Aku mendengus kasar. Ke mana perginya gadis itu. Kenapa tidak mengabariku dulu? Aku sudah bilang kan, jangan kemana-mana sebelum aku jemput. Kenapa dia selalu bertingkah konyol seperti ini sih?

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang