HERA [30]

5.8K 291 9
                                    

"Wah rumah kalian ini bagus lho," itu suara Bunda. Ya, benar tebakan kalian, Bunda sedang datang berkunjung ehm lebih tepatnya memaksa untuk ikut menjemput Iza. Leo yang mendengar pujian dari Bunda hanya bisa senyum-senyum gak jelas. "Dulu waktu Bunda main ke sini terakhir kali, belum seperti ini."

"Yah Bun, pasti Bunda terakhir ke sini sebelum Papa meninggal. Ini kan sudah di renov Bun." Jelas Leo.

"Iya juga ya, kapan-kapan kalau Bunda mau nginap boleh ya?" Bunda menatap Leo sedangkan Leo hanya bisa tersenyum yah begitulah.

"Bun masuk yuk." Ajakku. Kasian, Mbak Isya dan Bang Irdan daritadi berdiri terus karena Bunda masih melihat-lihat halaman rumah.

"Neneeeeeeeeeeeeeek!" Panggil Iza ketika ia menyadari Bunda berjalan mendekat ke arahnya.

"Aduuuh, cucu Nenek," Bunda mencium kening Iza lalu memangkunya. "Gimana nginap sama Om dan Tante?"

"Selu Nek! Ntal Ija mau nginep lagi!" Sambil melompat-lompat setengah badan Iza menjawab pertanyaan Bunda dengan girang.

"Ya udah, kapan-kapan lagi Iza nginep di sininya. Kalau keseringan nanti ngerepotin Om sama Tantenya." Nasihat Mbak Isya.

Bunda terlihat membalas senyuman yang diulaskan Iza untuknya, ia mengelus kepala cucunya itu dengan sayang. "Kalian kan udah latihan ngurus anak lewat Iza, jadi, kapan mau ngasih Bunda cucu lagi? Kan yang bisa kasih kalian, Irdan udah kebanyakan terus Keano belum cukup umur."

"Secepatnya Bun!"

Apa? Aku baru saja ingin membuka mulut untuk menyangkal pertanyaan Bunda, tapi Leo menyerobotnya dan apa, apa yang tadi dia katakan? Secepatnya?

"Bagus kalau begitu, kalau bisa kembar ya biar Bunda bisa punya cucu lima nanti." Kata Bunda lagi diselingi tawa girang.

"Kayaknya Leo semangat banget nih." Kali ini Bang Irdan yang membuka suara, aku mendelik ke arahnya.

Leo tiba-tiba menggenggam tanganku dan mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya. "Kami menikah juga sudah lumayan lama Mas, enggak etis aja kalau kami belum bisa memberikan cucu ke Bunda."

"Ih apasih Mas, malu diomongin kayak gitu." Balasku agar pembicaraan di ruangan ini tidak membuat perasaanku menjadi tidak nyaman.

"Ya udah, kami semua permisi dulu. Kalian mau ikut ke rumah Bunda?" Bang Irdan kini berdiri, ia mengambil alih Iza dari pangkuan Bunda.

Aku menggeleng. "Hera mau istirahat di rumah aja Bang."

"Ya sudah, Bunda pulang ya Nak. Jangan lupa lho, kalau bisa kembar ya?" Bunda ikut berdiri, ia menatapku dengan tatapan penuh harap dan kemudian beralih kepada Leo sambil menepuk bahunya pelan.

Kami berdua mengantarkan mereka sampai luar pagar, dengan satu kali klakson mobil Bang Irdan meninggalkan rumah kami.

- - - - -

"Ra, boleh Mas bicara sebentar?"

Ketika aku masuk ke dalam ruang bersantai dengan dua gelas jus jeruk di tangan, Leo menyambutku dengan duduk tegak di sofa sambil menumpukan kedua tangannya di paha. Sebagai jawaban aku duduk dan menyerahkan satu gelas kepadanya.

"Tentang yang dibicarakan Bunda--"

"Ah, itu! Lebih baik jangan dibicarakan sekarang Mas."

"Kenapa?"

Leo menatapku, pandangannya berbeda, aku benar-benar tidak bisa mengartikannya.

"Kenapa?"

Ia mengulang pertanyaan, membuat aku sadar bahwa aku harus menjawab pertanyaannya.

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang