HERA [18]

5.5K 347 2
                                    

Aku bosan. Benar-benar bosan.

Sepulangnya aku dari rumah sakit. Pak Leo benar-benar tidak mengizinkanku untuk bergerak. Ya ampun, dia berlebihan banget sih. Padahal lukaku kecil. Yah memang sih lumayan perih juga, ditambah kedua pipiku yang kadang-kadang terasa nyeri walau hanya di sentuh dengan pelan. Tapi bener deh, aku gak suka kalau aku hanya duduk diam. Kayak orang kurang kerjaan.

"Ra, makan ya?"

Pintu kamar terbuka bersamaan dengan terdengarnya suara Pak Leo. Sosoknya muncul dari balik pintu dengan sebuah mangkuk yang entah berisi makanan apa karena aku tidak bisa melihatnya dari tempatku sekarang ini.

"Tadi saya delivery, kamu tau kan saya tidak bisa masak. Jadi daripada kondisi kamu semakin parah karena makanan buatan saya, jadi lebih baik malam ini kita makan delivery." Ucapnya dengan senyumannya.

"Memangnya beli apa?" Tanyaku.

"Nih." Ia menyodorkan mangkuk yang sedang dipegang olehnya. Aku melongok. Isinya hanya nasi dan sayur sop. Ampun deh. Dia sampai delivery hanya untuk makanan ini?

"Kalau ini juga saya bisa bikin." Gerutuku.

Ia berdecak. "Kamu nih, sudah tau lagi sakit. Diam-diam aja kenapa?" Omelnya.

Tuh, tadi baik. Sekarang ngomel lagi. Dasar laki-laki labil.

"Nih saya beliin pisang juga."

Aku merasa dianggap seperti monyet sama orang ini.

"Bapak ngeledek saya?" Tanyaku kesal.

"Ngeledek apanya?"

"Itu pisang, memangnya saya hewan primata?"

Ia sedikit terkejut mendengar pertanyaanku. Tak berapa lama ia menggeleng-geleng. "Giliran sama saya kamu sensitif banget, giliran sama orang lain enggak, sampai-sampai dijahatin kan." Tuturnya.

Aku berdecak kesal. Kenapa sih dia, biasanya juga diam. "Bapak ngeledek saya ceritanya?"

"Bukan ngeledek. Memang kenyataannya begitu."

Ihh kesel, kesel, kesel. Kok ada sih manusia kayak dia gini. Entahlah dia disebutnya apa, labil, gak konsisten, alter ego, atau bahkan multi kepribadian.

"Sudah ini makan." Ia duduk di pinggir kasur. Dengan wajah seriusnya ia menyendokkan makanan tadi dan bersiap untuk memberikannya padaku.

"Gamau. Saya mau pisangnya aja," umpatku sambil merebut pisang dari tangannya. Efek pergerakanku tangan kananku yang terlalu cepat, nyeri yang ditimbulkan dari luka di tangan kananku kembali terasa. "Aduh...." aku meringis.

"Tuh kan, kelakuan kamu emang bener-bener kayak hewan primata," komentarnya sambil mendelik ke arahku. "Sekarang kamu diam dan cukup buka mulut kamu lalu kunyah makanan ini sampai habis."

- - - - - - - -

 Aku bangkit dari tempat tidur. Sekarang pukul satu malam, ah atau lebih tepatnya kusebut satu pagi? Sepertinya sama saja. Kerongkonganku terasa kering, aku harus membasahinya kalau tidak mau terus-terusan terasa kering. Kakiku melangkah menuju dapur, mengambil sebuah gelas dan menuangkan air putih ke dalamnya. Setelah duduk di kursi meja makan, aku menenggak habis air di dalam gelas. Ah segarnya. Sepertinya aku terlalu banyak tidur, yah, ini karena paksaan dari Pak Leo. Dia cerewet sekali seperti ibu-ibu.

Ketika merasa sudah lebih baik. Aku kembali menuju kamar, hanya saja langkahku terhenti begitu mendengar suara papan keyboard yang sedang dioperasikan dari ruang kerja Pak Leo. Aku memutuskan untuk beranjak ke sana, aku sudah tidak merasa mengantuk, jadi lebih baik aku ada teman yang sama-sama masih terjaga.

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang