LEO [27]

5.5K 319 8
                                    

enjoy! :D

- - - - -

Kakiku terus saja mengetuk-ngetuk tak tenang. Sekarang aku berada di dalam mobil menuju tempat kemping di mana seluruh anggota fakultas Bahasa dan Sastra melakukan kegiatan. Hatiku berdegub kencang kali ini, bukan karena hal yang baik, tapi karena hal yang buruk. Pagi tadi, di saat aku masih sibuk mencari ke mana keberadaan Hera, Shilla tiba-tiba menghubungiku dan berkata bahwa Hera sekarang berada di rumah sakit. Pikiranku langsung kacau begitu mendengar berita yang Shilla sampaikan. Shilla mengatakan bahwa Hera terpleset saat beberapa dari peserta kemping sedang berada di air terjun di dekat tempat mereka kemping. Ia terjatuh dan kepalanya membentur beberapa batu yang ada di sana.

Jelas saja, tanpa mempersiapkan apapun aku segera berangkat ke tempat itu. Tentu saja bersama dengan Pak Reno. Aku tidak yakin akan berkendara dengan baik dalam keadaan seperti ini. Lihat saja saat macet tadi, aku sampai lepas kendali karena berteriak kesal di dalam mobil. Pak Reno saja sampai terkejut melihat reaksi yang tidak pernah aku keluarkan itu.

Aku belum sempat mengabarkan ini kepada Mama dan Bunda. Pikiranku tidak sampai ke sana karena seketika pikiranku hanya dipenuhi oleh istriku itu. Aku harus cepat sampai ke sana, aku harus tau bagaimana kondisi istriku saat ini.

"Pak rumah sakitnya namanya Mitra Buana?" Suara Pak Reno membuyarkanku, aku tidak fokus, sama sekali tidak fokus.

"Apa Pak?" Tanyaku memastikan.

"Rumah sakitnya namanya Mitra Buana?" Ulang Pak Reno dengan suara maklum. Aku mengangguk. "Kalau begitu sudah sampai Pak, ini di depan lobby-nya."

Aku tersentak dan menatap ke luar jendela. Benar, ini rumah sakit.

"Saya turun duluan ya Pak, kalau mau masuk cari kamar emerald nomer dua puluh tiga." Ucapku sambil membuka pintu mobil, tanpa benar-benar menunggu balasan dari Pak Reno, aku segera berlari masuk dan menanyakan di mana letak kamar rawat Hera kepada suster yang berjaga.

Aku langsung menambah kecepatan berlariku ketika suster sudah memberikan informasi di mana letak kamar yang aku maksud. Aku bahkan menghiraukan lift, menurutku lift terlalu lambat untuk keadaan seperti ini. Aku memperlambat tempo berlari begitu melihat bahwa ada Pak Ovan dan Althaf sedang duduk di kursi yang menempel berjejer di depan ruang emerald.

"Ah, Pak Leo." Pak Ovan menyambutku, kami bersalaman, ia memandangku dan sepertinya sadar kalau keadaanku sangat kacau.

"Bagaimana kabar istri saya Pak?" Tanyaku lagi. Tak sempat menyapa Althaf karena terlalu kalut dalam hal ini.

"Belum sadar, tapi kata dokter tidak ada apa-apa. Tidak ada kerusakan di otaknya, tidak ada potensi untuk lupa ingatan." Jelas Pak Ovan dengan intonasi yang berusaha agar membuatku tenang.

"Alhamdulillah..." Aku mengucap syukur kepada Tuhan karena ia masih belum menginginkan Hera untuk berada di sampingnya.

"Kalau mau lihat, Bapak boleh masuk. Di dalam ada Shilla menemani." Kata Pak Ovan lagi.

Tanpa berpikir panjang aku masuk ke dalam kamar rawat Hera. Terlihat istriku yang masih belum sadar sedang terbaring di bed, di sampingnya ada Shilla menemani.

"Shilla." Panggilku.

Shilla menoleh, ia bangkit dari kursi mempersilahkan aku untuk duduk di tempat itu. Aku menggenggam tangan Hera, mengecupnya sambil memanjatkan doa agar ia bisa cepat siuman.

"Hera baik-baik aja kok Pak." Ujar Shilla.

"Dia masih marah sama saya Shil?" Tanyaku.

"Sepertinya sudah enggak, Bapak juga udah gak marah lagi kan sama Hera?" Shilla menjawab sekaligus bertanya.

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang